Rojali dan Rohana di Mal: Cermin Perubahan Ekonomi dan Pola Konsumsi

Rojali dan Rohana di Mal: Cermin Perubahan Ekonomi dan Pola Konsumsi

Dr Noviardi Ferzi-ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Istilah "Rojali" (rombongan jarang beli) dan "Rohana" (rombongan hanya nanya) yang kerap terdengar di pusat perbelanjaan, bukan sekadar candaan belaka.

Fenomena ini sebenarnya mencerminkan kondisi ekonomi makro dan pergeseran perilaku konsumen Indonesia yang sedang mengalami transformasi mendalam.

Ramainya pengunjung di mal namun minimnya transaksi pembelian menandakan lemahnya daya beli masyarakat, yang semakin tertekan oleh pesatnya pertumbuhan belanja daring.

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengungkapkan bahwa daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, menunjukkan tren penurunan.

BACA JUGA:Tim SAR Cari 1 Orang yang Hilang, Akibat Tabrakan Kapal Motor dan Pompong di Perairan Nipah Panjang

Menariknya, kelompok menengah ke atas pun ikut membatasi konsumsi karena ketidakpastian ekonomi global yang berkelanjutan.

Hal ini sejalan dengan teori konsumsi dari Keynes (1936), yang menyebut bahwa tingkat konsumsi rumah tangga sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini serta harapan terhadap kondisi ekonomi di masa depan.

Saat pendapatan riil mengalami penurunan atau saat ada kekhawatiran mengenai masa depan ekonomi, masyarakat cenderung menunda pengeluaran atau hanya mengalokasikannya untuk kebutuhan pokok.

Bahkan kelas menengah atas yang menyumbang hampir 70 persen konsumsi barang tahan lama dan mewah di Indonesia, saat ini cenderung mengalihkan pengeluarannya ke instrumen investasi.

BACA JUGA:Kecelakaan! Kapal Motor dan Pompong Tabrakan di Perairan Nipah Panjang Tanjab Timur, 1 Orang Hilang

Seperti deposito, saham, SBN, emas digital, dan perhiasan sebagai upaya menjaga nilai aset dan memperoleh imbal hasil yang lebih pasti.

Kondisi ini juga dapat dianalisis melalui pendekatan teori pendapatan permanen (Friedman, 1957) dan teori siklus hidup (Modigliani & Brumberg, 1954), yang menyatakan bahwa konsumsi tidak hanya ditentukan oleh pendapatan saat ini, tetapi juga oleh proyeksi pendapatan sepanjang hidup seseorang.

Gejala Rojali bahkan telah terlihat sejak Ramadan 2024, dengan semakin menurunnya konsumsi yang berlanjut hingga setelah Idul Fitri 2025.

Walaupun jumlah pengunjung mal tetap tinggi, tren pembelian di sektor ritel tidak menunjukkan peningkatan yang sebanding.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: