Tahukah Kamu, Inilah Sejarah Imlek di Indonesia, Sempat Dilarang Kini Jadi Hari Libur Nasional

Tahukah Kamu, Inilah Sejarah Imlek di Indonesia, Sempat Dilarang Kini Jadi Hari Libur Nasional

Ilustrasi. Perayaan Imlek dalam sebuah keluarga.-ist/jambi-independent.co.id-

Pada saat itu ketika ada yang berupaya untuk menggelar kesenian berbau budaya China di depan publik maka akan dianggap subversif atau tuduhan melakukan kejahatan.

Jangankan untuk melakukan perayaan di tempat terbuka, di lingkungan sendiri pun warga keturunan Tionghoa sering dipersulit untuk mengadakan upacara adat.

Hal tersebut terjadi karena adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang kepercayaan dan adat istiadat China.

BACA JUGA:Kecelakaan di Jalan Lintas Sumatera Kabupaten Bungo, Ford Tujuan Dharmasraya Masuk Jurang Sedalam 3 Meter

BACA JUGA:Telkomsel Luncurkan 'ProtekSi Kecil', Solusi Internet Aman dan Sehat bagi Anak

Dalam peraturannya, tertera Imlek harus dilakukan secara internal dalam lingkup keluarga atau perseorangan. 

Serta perayaan-perayaan pesta agama, adat istiadat China agar tidak dilakukan secara mencolok di depan umum. Dimana, hal tersebut tentunya mengekang kebebasan para keturunan Tionghoa.

Penyebab terbentuknya aturan ini merupakan hasil dari rivalitas antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu memiliki hubungan erat dengan Republik Rakyat China (RRI).

Maka dari itu, selama berlakunya Inpres tersebut para etnis Tionghoa dilarang untuk melakukan perayaan hari besar dan menunjukkan eksistensinya. 

BACA JUGA:Pak Bray Ungkap Latar Belakang Penyerangan Berandalan Madesu Hingga Bikin Warga Kota Jambi Koma

BACA JUGA:Riau Jadi Tuan Rumah Peringatan HPN 2025, Ini 15 Agenda Kegiatannya

Bahkan, barongsai, liang liong, huruf-huruf serta lagu Mandarin tidak boleh diperkenalkan ke publik.

Kebebasan yang akhirnya tercapai

Saat pasca reformasi, ketika jabatan presiden dipegang oleh Habibie, beliau mengganti Inpres Nomor 14 Tahun 1967 menjadi Inpres Nomor 26 Tahun 1998. 

Hal ini bertujuan untuk membatalkan aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa serta penghentian istilah pribumi dan non-pribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: