Apa itu Asian Value dalam Perspektif Hak Politik?
Mochammad Farisi-Ist/jambi-independent.co.id-
Maknanya, setiap penyelenggara negara baik dalam kapasitasnya sebagai pemimpin lembaga negara, wakil rakyat, tokoh partai politik harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Dasar moralitas ini penting dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan hak rakyat atas kesejahteraan dan keadilan sosial.
Betapa baiknya peraturan, bila penyelenggara negaranya korup, ambisi, serakah, fitnah, tidak amanah maka negara akan mengalami kerapuhan.
Agus Salim menyatakan bahwa moralitas bersumber dari sila Ketuhanan Yang Mahasa Esa, artinya hanya orang yang bertakwa kepada Tuhan YME yang layak memimpin bangsa ini. (Kaelan, 2018)
Nama faktanya demokrasi di dunia khususnya di Indonesia saat ini tidak baik-baik saja, beberapa lembaga independent menyebutkan demokrasi Indonesia mengalamai penurunan, indeks demokrasi Indonesia versi Economist Intellegence Unit (EIU) tergolong cacat (flawed democracy) yaitu pada posisi 6,71 (2022).
Berdasarkan data Freedom House indeks demokrasi turun, saat ini di angka 53 poin (2023), data Reporter Without Borders (RSF) pada angka 54, 83 poin (2023). Puncaknya baru-baru ini Indonesia mendapat sorotan tajam dari United Nation Human Rights Committee, dalam siaran pers 28 Maret 2024 mengungkap temuan berisi keprihatinan atas implementasi negatif dari ICCPR, Indonesia mendapat sorotan terkait pelanggaran hak sipil dan politik adanya pengaruh yang tidak semetinya terhadap jalannya pemilu 2024, yakni keputusan Mahkamah Konstitusi yang menurunkan syarat usia minimum kandidat dan menguntungkan putra presiden.
Jadi apa maka Asian Value terkait pemimpin politik? Untuk membahas ini maka kita harus kembali menilik makna praktikal filsafat terkait hak politik, untuk apa hak politik itu ada dan harus ada.
Di Asia syarat pemimpin tidak cukup hanya pintar namun juga hikmat dan bijaksana (wise). Sri Paku Buwono IV dalam “Serat Wulangreh, bait ke-4, (1768-1821) mengatakan “apabila anda ingin mencari pemimpin, pilihlah manusia yang benar-benar bermartabat baik dan berperilaku baik, yang paham dan menjunjung tinggi hukum, serta yang taat beribadah dan senantiasa berhati-hati, lebih utama bila bisa menemukan manusia yang suka tirakat/berprihatin/sederhana, yang tidak memikirkan pemberian orang lain, itulah yang pantas kau jadikan pemimpinmu”
Kebijaksanaan adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman, berdasarkan situasi aktual dipandu oleh nilai-nilai dan moral. Asal usul kebijaksanaan adalah konsep phronesis dari Aristoteles, yaitu “kapasitas pemimpin membuat penilaian dan bertindak dengan akal sehat untuk menentukan hal yang (etis) baik atau buruk bagi manusia”.
Prinsip kebijaksanaan ini mirip dengan konsep ‘Toku’ di Jepang dimana kebajikan mengarahkan seseorang mengejar kebaikan bersama dan keunggulan moral sebagai cara hidup. Hal ini juga mirip dengan konsep “Yukta” di India, kebijaksaan yang berarti ‘tepat’ atau ‘pantas’ dilakukan (Nanoka and Takeuchi, 2021).
Artinya Asian Value pemimpin politik, percaya bahwa tujuan bernegara bukan mencari kekayaan pribadi tetapi melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga ia akan berintegritas dan tidak akan serakah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: