Ketum GAPKI Prediksi Ekspor Kelapa Sawit Turun, Bakal Ada Kenaikan Harga?

Ketum GAPKI Prediksi Ekspor Kelapa Sawit Turun, Bakal Ada Kenaikan Harga?

Ketum GAPKI Eddy Martono saat memberi sambutannya di Pakistan.-ist/jambi-independent.co.id-

“Peningkatan produksi kelapa sawit dalam setahun hanya sekitar 1,7 juta ton atau bahkan kurang. Jumlah ini jauh lebih rendah dari biasanya yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2020 yakni 2,9 juta ton”. Jelasnya. 

Penurunan produksi utamanya dikarena turunnya produksi sawit Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar.

BACA JUGA:Pulau Baru di Danau Kerinci Ternyata Berasal dari Sini, Ini Cerita Saksi Mata

BACA JUGA:Banjir Sudah Mulai Surut, Siswa di Tebo Masih Tetap Diliburkan, Antisipasi Banjir Susulan

Begitu pula adanya El Nino atau gelombang panas ekstrem di berbagai belahan dunia di akhir tahun 2023 tidak memberikan pengaruh lebih signifikan dibandingkan penurunan produksi kelapa sawit di Indonesia.

Hal senada diungkapkan analyst Glenauk econimics, Julian Conway Mcgill.

Menurut Mcgill, produksi yang rendah, program mandatori biodiesel dan juga ketidaktersediaan lahan akibat kebijakan moratorium pemberian izin kelapa sawit oleh pemerintah Indonesia memberiman dampak lebih besar terhadap produksi kelapa sawit secara total ketimbang isu El Nino.

Director Godrej Internasional ltd, Dorab mistri menyebutkan selain faktor supply kelapa sawit Indonesia di pasar yang menurun, kebijakan bioenergi atau biodiesel dan sustainable Aviation fuel (SAF) di berbegai negara juga turut menjadi faktor yang akan memepengaruhi harga pasar di tahun 2024.

BACA JUGA:New Honda EM1 e: dan EM1 e: PLUS Sudah Bisa Indent di Jambi, Cukup DP Rp500 Ribu Saja

BACA JUGA:Bongkar Kasus 52 Kg Sabu, 19 Personel Satresnarkoba Polresta Jambi Terima Penghargaan dari Kapolda Jambi

Pasalnya hingga kini belum terlihat adanya potensi peningkatan produksi minyak nabati lain dengan kuantitas total yang setara.

Selain itu, dalam konferensi yang diselenggarakan untuk keenam kalinya tersebut, eskalasi geopolitik global tak kalah menjadi faktor yang memoengaruhi ketidakpastian harga minya nabati global di tahun 2024.

Selain belum selesainya eskalasi di laut hitam, dampak dari memanasnya laut merah tentu saja harus diantidipasi dengan sangat cermat dampaknya terhadap supply dan juga ketersediaan akses logistik. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: