Ternyata Aroma Mobil Baru Bisa Tingkatkan Risiko Kanker yang Serius

Ternyata Aroma Mobil Baru Bisa Tingkatkan Risiko Kanker yang Serius

Ilustrasi kanker-Pixabay -Pixabay.com

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Para ilmuwan di Universitas Harvard dan Institut Teknologi Beijing melakukan penelitian mereka dalam pengaturan dan kondisi dunia nyata, bukan di laboratorium.

Mereka mengamati udara di mobil baru yang diparkir di luar selama 12 hari berturut-turut dan menggunakan sensor untuk memantau 20 bahan kimia yang diproduksi secara umum.

Dilansir dari laman New York Post, para peneliti menemukan tingkat bahan kimia yang melebihi standar keamanan nasional China untuk kualitas udara di dalam mobil.

Formaldehyde, senyawa penyebab kanker yang diketahui, melampaui standar sebesar 35 persen. Karsinogen berbahaya lainnya, asetaldehida, 61 persen lebih tinggi dari standar.

BACA JUGA:Hendak Belanja ke Warung, Pengendara Motor Terserempet Mobil hingga Alami Luka Luka

BACA JUGA:Perusahaan di Tanjab Barat Diduga Lakukan Tambang Ilegal, Puluhan Masyarakat Demo Kantor ESDM Provinsi Jambi

Sebuah studi tahun 2021 menunjukkan bahwa mungkin ada "risiko potensial" bagi orang yang menghabiskan banyak waktu untuk mengemudi.

Akan tetapi penelitian baru ini menunjukkan bahwa orang dapat berisiko bahkan jika mereka tidak menempuh perjalanan jauh.

Menghabiskan hanya 30 menit setiap hari di dalam mobil dapat membuat seseorang terpapar cukup banyak karsinogen ini sehingga membuat mereka berisiko melebihi standar keselamatan, demikian temuan para penulis. Cuaca yang lebih hangat juga meningkatkan kadar bahan kimia.

Sementara banyak penelitian biasanya berfokus pada suhu udara, penelitian baru ini menunjukkan bahwa efek terbesar berasal dari suhu permukaan bahan.

BACA JUGA:Operasi Ketupat 2023, Ini Titik Lokasi Posko Pengamanan Mudik di Kabupaten Bungo

BACA JUGA:Ini 4 Tips Membuat Ketupat agar Lezat dan Empuk saat Lebaran Idul Fitri

Pengamatan ini meningkatkan pemahaman kita tentang transportasi kimia dan mekanisme emisi di dalam kabin, tulis para peneliti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: