Ini Penyebabnya, 122 Ribu Ternak Babi di NTT Mati

Ini Penyebabnya, 122 Ribu Ternak Babi di NTT Mati

Sebanyak 122 ribu ternak babi di NTT mati. Foto : Antara--

JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID-Peternak babi di Nusa Tenggara Timur (NTT) 
mengalami kerugian. Ini karena banyak dadi hewan ternak yang mengalami kematian.
 
Bahkan tercatat sebanyak 122 ribu ternak babi di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mati.
 
Kepala Dinas Peternakan NTT Johanna Lisapaly mengatakan bahwa Dinas Peternakan NTT mencatat kematian ternak babi itu akibat serangan virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
 
 
 
Menurutnya, pemerintah setempat telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi penyebaran ASF.
 
"Kami melakukan sosialisasi ke masyarakat peternak agar menghindari persilangan (perkawinan) babi lokal dengan babi dari luar," ungkapnya.
 
"Jumlah ternak babi yang mati akibat virus ASF yang dilaporkan secara resmi ke kami sekitar 122 ribu ekor yang tersebar di 22 kabupaten/kota," kata Kepala Dinas Peternakan NTT Johanna Lisapaly dalam keterangan yang diterima di Kupang, Selasa.
 
Lisapaly mengatakan nilai kerugian akibat penyakit yang menyerang ternak babi di NTT mencapai ratusan miliar rupiah.
 
Selain itu, lanjutnya, edukasi untuk menjaga sanitasi atau kebersihan kandang secara intensif maupun mengeluarkan kebijakan untuk melarang pasokan babi dari luar masuk ke daerah-daerah.
 
"Setelah berbagai upaya yang dilakukan, tidak ada lagi laporan kematian babi akibat ASF hingga Juli 2022," ungkapnya.
 
 
 
Lisapaly menyebutkan saat ini pemerintah provinsi juga berupaya membangkitkan kembali industri peternakan babi di NTT melalui gerakan bertajuk "Kampanye Kesadaran ASF dan Penyakit Hewan Menular Lainnya" bersama pihak Prisma Indonesia.
 
Langkah ini diharapkan memberikan motivasi bagi masyarakat maupun pelaku usaha untuk kembali mengembangkan peternakan babi untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi maupun sosial dan budaya seperti dikutip dari jpnn.com.
 
"Masyarakat tak perlu takut lagi untuk kembali mengembangkannya dengan tetap waspada terhadap serangan penyakit," kata Lisapaly. (viz)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com