PLN Bongkar Tata Kelola Manajemen yang Berbelit-Belit Dengan Gandeng KPK
jambi-independent.co.id|
Reporter:
Surya Elviza|
Editor:
Surya Elviza|
Selasa 31-05-2022,21:02 WIB
PT. PLN gandeng KPK mengatasi tata kelola manajemen yang berbelit belit. Foto : Antara--
JAKARTA,JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID-Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pembekalan mengenai pencegahan korupsi kepada karyawan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Hal ini merupakan kolaborasi antara KPK dan PT. PLN dalam mencegah korupsi dengan meningkatkan integritas di sektor dunia usaha.
Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam bentuk kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) dunia usaha anti korupsi di Kantor Pusat PLN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 31 Mei 2022.
Dikatakan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo bahwa kerjasama PLN dan KPK ini nantinya bisa meninjau bisnis pengelolaan aset PLN.
Kerjasama ini sudah berjalan sejak 2019 saat meninjau bisnis pengelolaan aset di PLN.
"Saat itu teridentifikasi aset PLN hanya sekitar 27 ribu yang tersertifikasi dari 70 ribu aset," ujar Darmawan dalam konferensi pers.
Menurutnya tata kelola PLN saat itu masih berbelit-belit dan ada are remang-remang yang punya peluang terjadi tindak pidana korupsi.
"Pimpinan KPK mengarahkan agar tata kelola diperbaiki, tata kelola yang kompleks dan berbelit-belit harus dibongkar dan disederhanakan, yang tadinya manual dibuat digital," tutur Darmawan.
Keuangan 2021 Terbaik Sepanjang Sejarah
Setelah mengikuti arahan tersebut, aset PLN yang bersertifikasi menjadi 70 ribu dalam kurun waktu satu tahun.
Selain itu, PLN juga merombak sistem pelayanan pelanggan dengan merubah sistem manual menjadi sistem digital.
Kami kemudian merombaknya menjadi lebih ringkas dan praktis dan ada peningkatan dan mendapat rating 4,8," ungkap Darmawan.
Badan usaha milik negara itu juga merubah sistem pengadaan barang di PLN dari manual menjadi digital sehingga lebih transparan dan kredibel seperti dikutip dari jpnn.com.
"Dengan kelola yang praktis dan efisien tersebut maka ada cost saving tahun lalu sekitar Rp 1 triliun," ujar Darmawan. (viz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: