Fenomena Baru Itu Bernama Anies Baswedan

Fenomena Baru Itu Bernama Anies Baswedan

Oleh: Masayu Indriaty Susanto
 
Anies Rasyid Baswedan kini tak bisa dipungkiri adalah akumulatif dari harapan baru. Sosok, gagasan, dan pencapaiannya  selalu menyulut euforia publik. Berbagai platform media sosial (medsos)-nya diserbu netizen dengan segala doa dan pengharapan.

Jumlah follower-nya di Instagram maupun Facebook melejit, jauh melampaui tokoh lain. Bahkan juga melampaui Prabowo Subianto.
 
Kehadirannya selalu ramai disambut sorak sorai. Di Yogya, kedatangan seorang Anies Baswedan disambut gema takbir, klakson, dan berbagai tetabuhan.

Masyarakat ramai meneriakinya “gubernur Indonesia”. Netizen menjulukinya “presiden Indonesia 2024”.

Deklarasi dukungan simpatisan kepadanya menjadi Presiden Indonesia 2024 makin marak di berbagai daerah. Arus dukungan tak terbendung. Fenomenal.
 
Per hari ini, jumlah follower Anies Baswedan di akun intagramnya mencapai 5,3 juta pengikut. Angka ini melampaui follower akun Prabowo Subianto sebanyak 5 juta pengikut. Juga lebih banyak dari Ganjar Pranowo sebanyak 4,4 juta pengikut, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok sebanyak 4 juta pengikut, dan Puan Maharani sebanyak 609 ribu.
 
Begitu juga di platform facebook. Pada platform dengan anggota terbesar dunia itu, Prabowo Subianto terbanyak memiliki 9.5 juta pengikut, lalu Ridwan Kamil 3,5 juta, Anies Baswedan sebanyak 1,8 juta pengikut, Ganjar Pranowo 1,5 juta, lalu Puan Maharani 13 ribu pengikut.

Namun dari jumlah komentator, berbagai post dari Gubernur DKI Jakarta mencatat angka yang fantastis.
 
Beberapa postingan terbaru Anies diberi jempol ribuan warga Fb, dan ribuan pula komentator. Postingan yang menceritakan tentang sowannya ke Pak Yahya Muhaimin misalnya, mendapat hadiah jempol dari 25 ribu netizen.

Begitu juga postingan tentang perkembangan banjir di Jakarta saat hujan lebat disukai 24 ribu netizen.
 
Banjir dan macet biasanya adalah isu yang mendapat sentimen negatif dari netizen. Namun Anies lewat akun medsosnya, yang memamerkan foto-foto bahkan video berbagai langkahnya mengatasi dua masalah klasik khas Ibukota itu, berhasil memikat hati warga dunia maya yang ramai membubuhkan jempol mereka.

Survei Populi Center yang dirilis seminggu lalu menunjukkan, 74,9 persen warga DKI Jakarta puas dengan langkah Anies mengatasi banjir.
 
Postingan uji coba sound system di Jakarta International Stadium (JIS) di mana Anies mengundang grup band ternama Nidji, bahkan mencatat rekor dengan 47 ribu jempol dari netizen. Juga ribuan komentator. Angka ini hanya bisa ditandingi akun facebook Presiden Jokowi.
 
Suara Netizen
Suara Tuhan

Ada istilah lama yang berbunyi vox populei, vox dei. Artinya, suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara rakyatlah yang menentukan siapa yang akan terpilih.

Namun zaman now, suara netizen di medsos adalah suara rakyat yang pengaruhnya sangat signifikan dalam keterpilihan seorang calon pemimpin. Dan suara netizen ini sulit dibeli.
 
Demi memiliki citra positif di dunia maya ini, banyak politisi yang sampai menghabiskan dana miliaran rupiah menyewa buzzer untuk menaikkan popularitas. Mem-bully para pengkritisi. Termasuk mengirim caci maki kepada lawan politik. Dan memantik perang di medsos.
 
Media terkemuka Inggris The Guardian misalnya, pada 2017 merilis liputan terkait buzzer bagi Basuki T Purnama alias Ahok. Guardian dalam laporannya bertitel 'I felt disgusted': inside Indonesia's fake Twitter account factories' menceritakan pengakuan Alex, salah satu buzzer untuk Ahok pada Pilkada DKI 2017.

Alex dan koleganya memainkan akun-akun palsu yang sebagian menggunakan avatar berwajah perempuan muda cantik.

"Ketika Anda sedang berperang, anda menggunakan apa pun yang ada untuk menyerang lawan,” ujarnya kepada Guardian di sebuah kafe di Jakarta Pusat.
 
Selama berbulan-bulan pada 2017, Alex menjadi satu dari 20 orang yang tergabung dalam pasukan siber rahasia bagi Ahok.

Tugasnya menggelorakan berbagai pesan melalui akun-akun palsu di media sosial agar Ahok terpilih lagi sebagai gubernur DKI.

Untuk tugas itu, Alex harus punya setidaknya lima akun facebook, lima akun di twitter dan satu akun di instagram. Dia mengaku digaji Rp4 juta per bulan.

Permadi Arya alias Abu Janda juga pernah blak-blak an mendapat jackpot, istilahnya untuk bayaran yang besar, sebagai buzzer Jokowi - Maruf Amin di Pilpres 2019.

Dalam video berjudul "Blak-blakan Abu Janda" di Youtube, ia mengaku sudah digaji sejak 2018 lalu kemudian menjadi influencer atau buzzer selama kampanye Pilpres 2019 untuk memenangkan Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Bayarannya begitu fantastis menurut pengakuan Abu Janda. Padahal sebelumnya, untuk makan saja dia mengaku susah.
 
Dan para buzzer alias pendengung ini sudah lama selalu berisik dan berputar-putar di sekeliling Anies Baswedan. Meneriakkan suara sumbang. Mencari kesalahan. Menjegal berbagai ide dan upayanya.

Banyak yang menilai, para buzzer ini memang dirancang untuk menjegal Anies menuju Pilpres 2024. Namun sejauh ini, Anies terlihat menghadapi buzzer dengan tenang dan tidak kehilangan fokus.

Melalui akun medsosnya, Anies terus saja “meladeni” aksi sumbang para buzzer dengan terus memuat berbagai aktifitas dan pencapaian.

Ramainya sambutan positif dari netizen membuat buzzer pun seolah “tenggelam” dan sulit bergerak.
 
Bukan itu saja. Netizen tanah air pun sepertinya sudah paham dengan kelakuan akun-akun buzzer ini. Sehingga kehadirannya mudah terdeteksi.

Dan kemunculannya malah jadi bulan-bulanan netizen terutama simpatisan Anies Baswedan yang terus bermunculan. Para netizen bahkan tidak segan membalas caci makin buzzer dengan tak kalah sadisnya. Hal ini sangat kentara terlihat di berbagai platform medsos.
 
Disambut Takbir
di Yogyakarta

Sejarah mencatat, dalam iklim politik yang memanjakan ketidak-adilan, akan muncul pahlawan baru, yang populis. Yang di Indonesia dipersepsikan sebagai “ratu adil”,  pembela kelompok tertindas.

Ratu adil biasanya muncul dari tengah kalangan tertindas. Atau dekat dengan kelompok tertindas.
 
Sosok itu sepertinya diharapkan oleh rakyat terhadap seorang Anies Baswedan. Anies memang doyan berkeliling keluar masuk gang dan perkampungan khas Ibu Kota. Dia tidak canggung dan sikapnya natural dan tulus saat berada di tengah masyarakat.
 
Karena itulah Anies , selalu mendapat sambutan meriah. Pelukan, curhat, sampai tangisan para emak-emak yang mengeluhkan susahnya hidup.

Atau para pekerja yang mengeluhkan sulitnya mendapat pekerjaan dengan bayaran layak. Belum lagi harga bahan pokok melonjak tak terbeli.

“Jadi presiden ya Pak…sudah cape dengan Indonesia yang kaya begini,” ujar seorang warga saat menggenggam tangan Anies di Cempaka Putih.
 
Anies juga kerap mendapat dekapan anak-anak Ibukota yang hanya bisa bermain di pinggiran rel, kubangan jalan becek, atau pinggir sungai keruh dan berbau. Karena tidak ada lagi ruang untuk mereka bermain.

Dan Anies merespon semua itu dengan merevitalisasi berbagai taman kota di Jakarta menjadi arena bermain yang bersih, aman, indah, dan gratis.

Semua harus bahagia di Jakarta.
 
Diminta Berhenti
Jadi Gubernur

Yang paling fenomenal tentulah para warga Kampung Akuarium itu. Setelah bertahun menjadi manusia perahu karena rumah mereka digusur zaman Gubernur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Anies membangunkan mereka kembali tempat berteduh.

Dan warga kampung yang tragedi penggusuran mereka yang dulu juga menjadi sorotan media internasional karena dugaan pelanggaran HAM, kini bisa tersenyum bahagia dan menjalani “hidup baru”.

Saat hadir di Jogja sebagai pembicara dalam Harlah dan Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Yogyakarta, akhir Januari lalu, simpatisan massa PPP menyambutnya dengan raungan suara knalpot, takbir, serta teriakan 'Anies calon presiden 2024'.

Di tengah kerumunan aksi demo buruh di depan Balai Kota Jakarta pun, para buruh bersorak sorai berteriak “Anies Presiden Indonesia”.

Anies, yang saat itu duduk bareng bersama buruh pendemo, hanya tersenyum dan berjanji akan mengkaji kelayakan upah minimum di Jakarta.

Euforia serupa juga tampak saat Anies melakukan panen raya bersama Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir dan para petani di area persawahan Desa Mekarwangi, Sumedang, Jawa Barat, Jumat (11/6) lalu. Sumedang merupakan salah satu lumbung penghasil beras, yang memasok kebutuhan pangan warga Jakarta, melalui PT Tjipinang Food Station sebagai penyuplai dan PD Pasar Jaya sebagai pihak yang memasarkan kebutuhan pangan tersebut.

Para petani dan masyarakat Sumedang justru ramai berfoto dan menyalaminya sambil berucap, ”Presiden Indonesia ya Pak.”

Begitu juga di Instagram. Netizen bertubi-tubi mendoakanya untuk memperbaiki Indonesia setelah Jakarta. Sebuah akun atas nama @shintasirviaroza bahkan menulis, ”Berhenti aja pak jadi gubernur. Gak cocok. Cocoknya jadi presiden.”
 
Apakah suara rakyat akan benar-benar menjadi suara Tuhan? Kita lihat saja nanti…(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: