Polip 2 T

Polip 2 T

Perkiraan saya: Aki punya beberapa partner di bisnis itu. Tapi Aki kan sudah meninggal 12 tahun lalu. Berarti selama, setidaknya, 12 tahun terakhir perusahaan itu berjalan tanpa Aki. Setidaknya sudah 12 tahun pula tidak ada yang mewakili Aki dalam setiap RUPS di perusahaan itu. Padahal RUPS adalah lembaga tertinggi di sebuah perusahaan. Bisa memutuskan apa saja.

Perkiraan saya: Aki bukan pemegang saham mayoritas di perusahaan itu. Sehingga RUPS selalu sah tanpa kehadiran Aki. Tentu undangan RUPS untuk Aki sudah selalu dikirim. Ke alamat Aki yang didaftarkan ke perusahaan.

Tentu Aki memakai alamat di Singapura. Entah di alamat mana. Hanya perusahaan itu yang tahu.

Bisa saja Aki memakai alamat kantor pengacara di sana. Biasa seperti itu. Kira-kira 30 tahun lalu saya juga punya perusahaan di Singapura –alamat Singapura saya juga di kantor pengacara.

Dua belas tahun itu lama sekali. Saya bisa membayangkan apa saja yang terjadi di perusahaan itu selama 12 tahun. Bisa saja saham Aki sudah hilang atau dihilangkan. Itu mudah. Apalagi kalau lewat hostile.

Perkiraan saya: salah satu pemegang saham di perusahaan itu juga kecewa. Yang kecewa itulah yang memberi tahu anak-anak Aki: "papamu punya harta di Singapura".

Perkiraan saya: anak-anak Aki lantas mulai mengurus harta itu. Tapi masalahnya tidak sederhana. Lalu enam anak Aki ''menyerah''. Ruwet. Tidak mau lagi mengurusnya.

Tinggal Heryanti sendiri yang masih bersemangat. Biar pun perlu biaya mahal.

Biaya itu bukan untuk nyogok. Tidak ada budaya sogok di Singapura.

Tapi Heryanti harus menyewa pengacara. Yang biayanya dihitung berdasarkan jam itu. Mereka senang saja Anda minta pandangan sebanyak-banyaknya dari pengacara. Kian lama kian baik –argometernya jalan terus.

Penjelasan pengacara itu bisa saja kian membuat Heryanti punya harapan besar. Lalu diuruslah bersama pengacara itu: argometer jalan terus.

Perkiraan saya: Heryanti kecewa dengan pengacara yang pertama. Lalu kenal pengacara lainnya. Yang memberi harapan lebih besar. Heryanti pun ganti pengacara. Harus diskusi lagi dengan pengacara baru berjam-jam –argometer jalan terus.

Saya tidak berani memperkirakan apakah Heryanti juga kecewa dengan pengacara kedua. Sehingga harus mencari pengacara ketiga dan seterusnya.

Yang jelas nasib Heryanti berakhir di kantor polisi, Senin siang lalu. Dia dinyatakan sebagai tersangka. Saya tidak tahu yang mana yang dianggap kriminal. Apakah orang mau menyumbang, lalu tidak jadi menyumbang itu perbuatan pidana?

Senin sore Heryanti tidak jadi berstatus tersangka. Kabid Humas Polda Sumsel menegaskan Heryanti belum tersangka. Lalu jam 23.00 Heryanti dibolehkan meninggalkan kantor polisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: