Resolusi Politik 2022, Hak Rakyat Mendapatkan Calon Pemimpin Berhikmat Kebijaksanaan

Resolusi Politik 2022, Hak Rakyat Mendapatkan Calon Pemimpin Berhikmat Kebijaksanaan

Oleh : Mochammad Farisi, LL.M

Menuju pemilu serentak 2024 partai harus mulai menyingsingkam lengan baju dari sekarang, harus mulai riweh menyiapkan kader terbaik untuk ditawarkan kepada masyarakat, jangan asal comot public figure dan buka “lowongan kerja” jelang pemilu. 

Sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dalam Pasal 11 partai politik memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan politik, agregasi kepentingan masyarakat, pendidikan politik dan rekruitmen untuk mengisi jabatan politik. 

Parpol punya peran sangat strategis menentukan nasib bangsa ini kedepan, karena partai politiklah satu-satunya lembaga yang diamanatkan oleh UU untuk melakukan seleksi kepemimpinan baik itu capres, caleg, maupun dan calon kepada daerah.

Sayangnya UU No. 2 tahun 2008 jo UU No. 2 Tahun 2011 tidak mengatur secara detail bagaimana mekanisme parpol menseleksi kadernya untuk menjadi calon pemimpin. Sepertinya memang sengaja dibuat begitu aturannya sangat longgar, Pasal 29 hanya berbunyi "rekruitmen dilaksanakan memalui seleksi kaderisasi secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan”, tidak ada lagi penjelasan, peraturan pemerintaha atau permendagri yang menjelaskan kata "demokratis" tersebut. 

Hal ini menurut saya terjadi kekaburan norma, Pasal 29 ini sangat tidak jelas bagimana standar makna demokratis tersebut atau bagimana mekanisme seleksi yang bisa menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas. 

Hasil dari kekaburan norma tersebut, kondisi lembaga politik kita sangat memprihatinkan, mari kita cek hasil-hasil survey tentang partai politik, politisi dan lembaga DPR 5th terakhir. Survei LIPI 2018: DPR dan Parpol jadi Lembaga Bercitra Negatif (cnnindonesia.com), Survei LSI 2021 soal Kepercayaan Public: DPR dan Parpol Urutan Paling Buncit (tempo.co),  Survei Indikator Politik Indonesia (IPI) 2021: Tingkat Kepercayaan pada DPR dan parpol Terendah (republika.co.id). dan masih banyak survei lainnya yang menunjukkan buruk dan lemahnya kinerja legislative.

Berdasarkan hasil survei tersebut, menuju 2024 sudah seharusnya parpol berbenah, jangan lagi menggunakan pola-pola lama, parpol hanya dikuasai segelintir elit (oligarki) yang mendewakan syahwat kekuasaan duniawi semata. 

Kalo mau bangsa ini maju maka yang harus dibenahi pertama kali adalah kualitas partai politiknya. Cara merubahnya adalah dengan merivisi UU parpol itu sendiri, wabil khusus pasal terkait proses seleksi kepemimpinan. 

Sekarang anda bayangkan, tugas anggota DPR itu sangat strategi tapi juga sangat berat: pertama legislatif drafting atau membuat regulasi yang mengatur hajat hidup suluruh bangsa, controling atau mengawasi tugas-tugas pemerintah dan terakhir budgeting atau menyusun anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. 

Lantas, apakah tugas berat itu pantas diisi oleh politisi karbitan? tanpa kaderisasi yang jelas, miskin ilmu, tanpa pengalaman dan hanya mengandalkan popularitas? Mati konyol bangsa ini kalo begini terus. Dilevel daerah sama saja, seleksi untuk jadi caleg dan cakada di tingkat parpol sangat tertutup, elitis, tidak demokratis dan rawan money politik. Politisi lompat sana sini, waktu sudah duduk, jangan berkreasi tupoksinya saja tidak mengerti.

Sebagai contoh, lihat bagimana putusan MK tentang uji UU Cipta Kerja hasil kerja DPR, MK menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja cacat formil karena dibuat dengan “ugal-ugalan” dan bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. UU tentang KPK juga kontroversial, UU KUHP tidak kunjung selesai dan masih banyak lagi lainnya. 

Melihat praktek legislative drafting tersebut saya coba menambahkan teori efektifitas hukum dari Lawrence M Friedman yang menyatakan bahwa berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur system hukum; struktur of law, substance of law dan legal culture. 

Saya ingin menambahkan satu unsur lagi yaitu wise/integrity law maker, artinya hukum harus dibuat oleh orang/wakil rakyat yang arif dan bijaksana. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: