Negeri Jambi: Ironi Pertumbuhan Ekonomi dan Realitas Kemiskinan
Noviardi Ferzi-dok/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Data ekonomi Provinsi JAMBI dari tahun 2024 hingga 2025 memaparkan sebuah ironi yang mendalam.
Di satu sisi, pemerintah daerah menggembar-gemborkan keberhasilan pembangunan yang ditandai dengan angka pertumbuhan ekonomi yang impresif.
Namun, di sisi lain, data yang sama menyingkap kenyataan pahit bahwa kemakmuran ini belum merata. Situasi ini bukan hanya sebuah paradoks statistik, melainkan cerminan dari kegagalan strategis dalam mengelola pembangunan yang inklusif.
Pada tahun 2024 lalu, Provinsi Jambi mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,51% secara total dan 4,15% pada triwulan kedua, yang didukung oleh pertumbuhan positif di sektor pertanian sebesar 3,06%.
BACA JUGA:Serem! Warga Jambi Selatan Tewas Usai Diserang Tawon Vespa di Tanjab Timur
Namun, narasi optimis ini hancur ketika data kemiskinan dirilis. Antara Maret hingga September 2024, jumlah penduduk miskin justru melonjak, bertambah 7.300 orang, sehingga persentase penduduk miskin mencapai 7,26%.
Peningkatan ini tidak terlepas dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan BPS, khususnya di sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
Peristiwa ini mengilustrasikan sebuah analogi klasik: pertumbuhan ekonomi ibarat sebuah kue yang membesar, namun Pemprov Jambi belum mampu memastikan semua warganya mendapatkan porsi yang adil.
Sebaliknya, kue tersebut tampaknya hanya dinikmati oleh segelintir orang, sementara ribuan petani justru tergelincir ke jurang kemiskinan saat harga komoditas bergejolak.
BACA JUGA:Teng! Madian Saswadi Jabat Sekretaris Wilayah DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Jambi
Kegagalan ini tidak dapat dilepaskan dari peran Pemerintah Provinsi Jambi dan struktur ekonomi yang dibangun.
Analisis kritis menunjukkan bahwa politik anggaran yang inefisien dan tidak berorientasi pada rakyat menjadi akar masalah.
Program-program pembangunan fisik seperti stadion, Islamic Center, dan Ruang Terbuka Hijau—yang menelan anggaran miliaran rupiah—dianggap tidak memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Sebaliknya, proyek-proyek tersebut dinilai hanya dikuasai oleh kepentingan politik tertentu. Akibatnya, alokasi anggaran tidak menghasilkan efek domino yang kuat untuk memutar roda ekonomi masyarakat bawah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




