3. Keberlanjutan fiskal — jangan memindahkan beban operasional jangka panjang ke APBD tanpa rencana pendanaan.
BACA JUGA:BMKG Peringatkan Suhu Panas Ekstrem, Sejumlah Kota di Indonesia Capai 35 Derajat Celcius
4. Partisipasi lokal — libatkan masyarakat melalui co-financing, cooperatives, atau skema tarif yang adil.
5. Transparansi & KPI terukur — indikator kinerja, audit independen, dan publikasi data proyek.
Rangka skema konkretnya merupakan gabungan beberapa instrument, meliputi:
1. SPV (Special Purpose Vehicle) milik gabungan
Bentuk badan usaha proyek yang modalnya berasal dari: pemerintah daerah (minority equity), investor swasta, dan dana pembangunan (misalnya lembaga multilateral).
SPV menangani kontrak konstruksi, operasi, dan pembayaran (misalnya availability payments atau share of revenue).
BACA JUGA:Wuih! Uang Tunjangan Perumahan Dihapus, Dana Reses Anggota DPR Naik Jadi Rp702 Juta
2. PPP dengan pembayaran ketersediaan (availability payment)
Swasta membiayai dan membangun; pemerintah atau SPV membayar bagian tetap pada masa operasi bila layanan tersedia — mengurangi beban pengguna langsung bila kemampuan bayar rendah.
3. Blended finance + hibah/viability gap funding (VGF)
Untuk proyek yang secara ekonomi layak tapi tidak menarik investor komersial penuh, gunakan hibah awal (dari donor/CSR/APBN) untuk menutup selisih ekonomi.
4. Green/impact bonds daerah / municipal bonds
Terbitkan obligasi daerah berlabel (misalnya green bond untuk sanitasi/air bersih atau jalan ramah lingkungan) kepada investor domestik/ institutional.
Perlu perbaikan rating fiskal & kepastian penerimaan untuk menarik investor.