JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Di era digital seperti sekarang, anak-anak semakin akrab dengan berbagai perangkat seperti gadget, televisi, dan komputer. Tak jarang, orang tua melihat anak mereka duduk terlalu dekat dengan layar, menyipitkan mata saat membaca, atau mengeluh matanya cepat lelah.
Tanda-tanda sederhana ini bisa menjadi indikasi awal adanya gangguan penglihatan berupa mata minus atau rabun jauh pada anak.
Dokter Spesialis Mata dari Bethsaida Hospital Gading Serpong, Artha Latief, mengungkapkan bahwa gangguan mata minus pada anak sering kali tidak disadari oleh orang tua. Padahal, bila dibiarkan tanpa penanganan, kondisi ini bisa semakin parah dan berdampak pada proses belajar anak.
BACA JUGA:Kecanduan Gadget Jadi Bom Waktu, Begini Cara Bijak Orang Tua Hadapi Generasi Z
"Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak. Pemeriksaan mata rutin sejak dini sangat penting agar dapat dilakukan penanganan yang tepat," ujar Artha dalam keterangan pers yang diterima pada 3 Oktober 2025.
Mata minus atau rabun jauh terjadi ketika cahaya yang masuk ke mata tidak jatuh tepat di retina, melainkan di depannya. Kondisi ini menyebabkan penglihatan terhadap benda jauh menjadi kabur.
Pada anak-anak, penyebabnya bisa berasal dari kebiasaan menatap layar terlalu lama, kurangnya paparan sinar matahari karena jarang beraktivitas di luar ruangan, serta faktor genetik dari orang tua.
BACA JUGA:Terlalu Sering Menunduk Lihat HP? Waspadai ‘Gadget Neck’ yang Bisa Ganggu Aktivitas Sehari-hari!
Menurut Artha, ada beberapa tanda yang perlu diwaspadai orang tua. Anak yang sering menyipitkan mata saat melihat objek jauh, sering mengedip saat menatap layar, duduk terlalu dekat dengan televisi atau papan tulis, serta sering mengeluh sakit kepala atau mata lelah, bisa jadi mengalami gangguan penglihatan.
Bila tidak segera ditangani, minus dapat terus bertambah dan bahkan berpotensi menimbulkan komplikasi serius di kemudian hari.
"Penanganan yang diberikan dokter mata tidak hanya sebatas kacamata. Ada berbagai metode lain, seperti lensa khusus atau terapi tertentu, yang dapat membantu mengendalikan progresivitas minus pada anak," tambah Artha.
BACA JUGA:DKI Jakarta dan FKUI Gelar Vaksinasi DBD Qdenga, untuk Anak SD di Jakarta Selatan
Ia menyarankan agar orang tua segera membawa anak ke dokter mata jika menunjukkan gejala tersebut. Pemeriksaan dini dapat membantu menentukan tingkat keparahan dan langkah penanganan yang tepat.
Selain penggunaan kacamata dan terapi tetes mata atropine, dokter juga menganjurkan orang tua untuk membantu anak menjaga kesehatan mata dengan membatasi waktu penggunaan gadget, mengajak bermain di luar ruangan, serta memastikan pencahayaan ruangan cukup saat membaca atau belajar.
Artha juga mengatakan pentingnya mengaktifkan mode malam atau filter sinar biru pada gawai, serta menghindari tidur dengan lampu kamar menyala karena hal itu dapat memengaruhi kesehatan mata.