Dua Gelombang Satu Tujuan : Menata Ulang Kelembagaan dan Integritas Pemilu Pasca Putusan MK

Senin 07-07-2025,08:59 WIB
Reporter : faisal
Editor : faisal

JAMBI,JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) terbaru menjadi tonggak penting dalam upaya menata kembali sistem pemilihan umum di Indonesia.

Sebagaimana dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 26 Juni 2025 lalu, MK menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu serentak secara konstitusional bukan berarti semua pemilihan dilakukan dalam satu hari dan satu momentum yang sama.

Sebaliknya, Mahkamah menegaskan bahwa keserentakan yang ideal justru terletak pada pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah. 

Dengan demikian, pemilu nasional yang mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD, seyogyanya dilaksanakan terpisah dari pemilu daerah yang meliputi pemilihan kepala daerah, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

BACA JUGA:Tak Main-Main, KONI Kota Jambi Pede Pertahankan Gelar Juara Umum Porprov

"Konsekuensi putusan ini signifikan, karena skema yang selama ini dikenal sebagai 'Pemilu 5 kotak', di mana pemilihan digabung dalam 1 hari pencoblosan, tidak lagi dianggap sesuai dengan prinsip keserentakan yang dikehendaki konstitusi," kata Zakly Hanafi Ahmad, Pengamat dan Akademisi Ilmu Politik, Universitas Jambi, Senin 7 Juli 2025.

Menurut Zakly, putusan ini merupakan respons atas permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang telah lama mengadvokasi pentingnya reformasi dalam tata kelola pemilu nasional dan lokal. 

MK memandang bahwa penyatuan semua jenis pemilu dalam satu hari bukan hanya membebani pemilih dan penyelenggara, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas demokrasi itu sendiri.

Selain menyulitkan pemilih dalam memahami pilihan-pilihan politiknya, model “lima kotak” juga sering kali menciptakan kerumitan administratif, logistik, dan pengawasan yang tidak kecil.

BACA JUGA:Tak Boleh Sembarangan, Ini Cara Sehat Menahan BAB Dengan Aman dan Minim Resiko

"Dengan memisahkan waktu penyelenggaraan antara pemilu nasional dan pemilu daerah, proses demokrasi diharapkan berlangsung lebih sederhana, efektif, dan memberi ruang lebih luas bagi rakyat untuk mempertimbangkan pilihannya secara lebih rasional dan mendalam. Langkah ini bukan hanya teknis, tetapi merupakan bagian dari upaya besar mengembalikan pemilu sebagai instrumen kedaulatan rakyat yang dijalankan secara jujur, adil, dan bermartabat," ujarnya.

Dijelaskan Zakly, dampak dari putusan ini, seharusnya dapat dibaca sebagai peluang struktural untuk mereformasi tata kelola pemilu secara menyeluruh.

Selama 2 dekade terakhir, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah bekerja di bawah tekanan luar biasa akibat kompleksitas tahapan yang padat dan simultan.

"Pemilu 2019 dan 2024 mencerminkan akumulasi kelelahan kelembagaan, di mana semua tahapan harus dilakukan nyaris bersamaan, mulai dari pencalonan hingga penghitungan suara dan sengketa. Pemisahan pemilu ke dalam dua gelombang memberi ruang perencanaan yang lebih rasional, tanpa tergesa-gesa, dan memungkinkan peningkatan kualitas teknis secara lebih mendalam," ungkapnya.

"Ini adalah momen untuk menghentikan praktik penyelenggaraan yang sekadar mengejar waktu dan pencapaian simbolik seperti rekor MURI dan mulai berfokus pada kualitas prosedur, akurasi logistik, literasi pemilih, dan integritas hasil. Dengan tahapan yang tersebar, proses seperti pelatihan badan ad hoc, distribusi logistik, validasi daftar pemilih, serta pendidikan pemilih dapat dirancang dengan lebih matang dan partisipatif," sambungnya.

Kategori :