JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Silent majority, atau mayoritas diam, adalah istilah yang merujuk pada sebagian besar masyarakat yang memiliki pandangan atau keyakinan tertentu.
Mereka ini cenderung tidak aktif secara politik atau jarang terdengar suaranya secara publik.
Meskipun kelompok ini tidak selalu tampak dalam perdebatan publik, dampaknya dalam menentukan hasil pemilihan bisa sangat signifikan.
Pasca hasil quick count pemilu 2024, viralnya istilah silent majority menjadi pusat perhatian masyarakat, mengundang pertanyaan seputar perannya dalam dinamika politik saat ini.
Asal-usul Istilah Silent Majority
Istilah "silent majority" pertama kali dikenal pada era 1960-an dan 1970-an, khususnya dalam konteks politik dan sosial di Amerika Serikat.
Presiden Amerika Serikat Richard Nixon adalah salah satu tokoh yang menggunakannya dalam pidatonya pada 3 November 1969, terkait dengan protes dan gerakan anti-perang yang kuat pada saat itu.
Nixon menggunakan istilah ini untuk merujuk pada mayoritas warga yang, menurutnya, mendukung kebijakan perang di Vietnam, tetapi tidak terlibat secara aktif dalam protes atau pernyataan publik.
Dalam konteks sejarahnya, istilah ini juga ditemukan dalam artikel-artikel pada era sebelumnya, seperti pada pemungutan suara Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1919.
BACA JUGA:Polda Jambi Turunkan Personel Biddokes untuk Cek Kesehatan Petugas Pemilu 2024 di TPS
BACA JUGA:PT SAL Ukir Sejarah Pendidikan, Kurnia Jadi Perawat Pertama Suku Anak Dalam
Meskipun penggunaan istilah ini memiliki sejarah yang panjang, konsepnya tetap relevan dalam pemahaman kita tentang politik dan masyarakat modern.
Hubungan Silent Majority dengan Pemilu