JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Tidak ada seorang yang tertinggal menjadi kata kunci dalam merencanakan pembangunan.
Tidak terkecuali pembangunan di tingkat desa. Setiap pembangunan infrastruktur atau pengembangan sumber daya manusia harus mengakomodir semua orang yang berada di desa termasuk kelompok rentan.
Perempuan, perempuan kepala keluarga, anak, penyandang disabilitas, komunitas adat adalah yang termasuk dalam kelompok rentan
Kelompok ini masih jarang dilibatkan dalam perumusan keputusan di desa. Karena seringkali dibelenggu oleh stigma bahwa tidak mampu untuk terlibat dalam perumusan keputusan. Perempuan dianggap hanya melakukan pekerjaan domestik, sehingga tidak dilibatkan dalam perumusan keputusan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang).
BACA JUGA:Peruntungan Zodiak Leo di Tahun 2024, Siap-siap Mendaki Tangga Karier
BACA JUGA:Telkomsel Siap Dukung Perkembangan Ekosistem Startup Indonesia
“Masyarakat kita cenderung menyamakan jenis kelamin dengan gender. Sehingga perempuan dianggap hanya melahirkan dan menyusui. Padahal konsep gender semua peran atau pekerjaan bisa dilakukan oleh jenis kelamin perempuan dan laki-laki,” kata Revino Staff Fungsional Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Merangin dalam Workshop Pembangunan Desa yang Inklusif di Merangin pada 22-23 November yang diselenggarakan oleh KKI Warsi bersama Kemitraan.
KKI Warsi bekerja sama dengan Kemitraan mendorong pembangunan desa yang inklusif dengan mengakomodir perempuan dan kelompok rentan untuk terlibat dalam musyawarah desa.
Ketidakterwakilan perempuan, disabilitas, lansia, dan kelompok adat Orang Rimba dan Talang Mamak berakibat pada belum terakomodasinya kelompok rentan dan marginal dalam pembangunan. Padahal seharusnya pembangunan mengakomodasi semua kebutuhan masyarakat.
“Harapan kita dalam konsep perencanaan pembangunan kita harus paham gender dan kelompok rentan. Dasar hukumnya sudah ada, tinggal desa menerapkannya. Sehingga Suku Anak Dalam (sebutan lain untuk Orang Rimba dan Talang Mamak) terakomodir dengan pembangunan,” kata Revino.
BACA JUGA:Gubernur Jambi Al Haris Berikan Bantuan Dumisake Pendidikan di Tanjab Timur
BACA JUGA:Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto Sambut Kedatangan Danrem 042/Gapu Kolonel Inf Rachmad
Oleh karena itu, setiap pemerintah desa harus mengidentifikasi keberadaan kelompok rentan di desa. Data ini diinput ke dalam satu sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dengan adanya data terkait jumlah penyandang disabilitas, lansia, dan kelompok adat terpencil dapat merencanakan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan. Data tersebut kemudian bisa digunakan untuk acuan dalam pembangunan inklusif.
“Kita sulit mengetahui apa yang mereka butuhkan karena mereka tidak kita libatkan, jadi ini kewajiban pemdes untuk melibatkannya, bukan mengucilkan mereka. Kalau mereka tidak bisa dilibatkan, maka keinginan mereka tidak bisa terwujud,” kata Andrie Fransusman Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Merangin.