JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Jalur Rempah sangat berperan penting dalam membentuk sejarah Indonesia hari ini, bukan hanya di masa kolonial, tetapi juga masa prakolonial.
Penting bagi kita untuk menelusuri sejarah yang cukup jauh ke belakang, melihat ikatan dan saling keterhubungan yang ada di dalam masyarakat yang sudah berlangsung berabad-abad, jauh sebelum adanya nasionalisme modern.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dalam pembukaannya pada ”Seminar Internasional Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia” yang disampaikannya secara daring, Senin, 19 September 2022.
“Penting bagi kita berdiskusi mendalami seperti apa dunia Melayu di dalam jalur perdagangan rempah dunia. Dari keterangan para sejarawan dan narasumber yang hadir, kita bisa melihat bahwa hubungan-hubungan itu cukup erat sesungguhnya, tercermin bukan hanya dari catatan sejarah, tetapi kita juga bisa memeriksanya dari perspektif linguistik, tinggalan arkeologisnya, kita bisa melihat dari ekspresi budaya yang kemudian bermunculan di seluruh Nusantara ini,” ujarnya.
BACA JUGA:Tak Bayar BPJS Ketenagakerjaan Sejak 2018, 75 Kades di Tebo akan Dipanggil
BACA JUGA:Film Miracle In Cell No 7 Tembus 3 Juta Lebih Penonton dalam 11 Hari
Muhammad Nur, Sejarawan Universitas Andalas dalam materinya yang berjudul “Peran Sungai dan Laut dalam Sejarah Peradaban Rempah Dunia Melayu” mengatakan, “Bagai gula yang dicari semut, rempah merupakan satu-satunya primadona perdagangan pada masa kuno di dunia Melayu. Sejak abad ke-7 sampai abad ke-18 pusat-pusat perdagangan rempah di dunia Melayu memiliki bandar-bandar dagang yang besar, baik sebagai pelabuhan laut maupun bantaran sungai. Bandar tersebut sering dikunjungi oleh kapal-kapal dari berbagai daerah yang cukup jauh, misalnya Cina, Gujarat, India, Persia, Arab, Roma, dan Mediterania.
Ia menjelaskan faktor-faktor penyebab negeri Melayu menjadi pusat pelayaran dan perdagangan rempah adalah karena di sekitar pantai timur dan pantai barat Sumatra tumbuh berbagai tanaman rempah yang dibutuhkan oleh orang Eropa, Mediterania, Persia, Mesir, dll.
“Perdagangan rempah di dunia Melayu, sekaligus menyebabkan terjadinya komunikasi budaya antara Nusantara dan India, Cina, dan bangsa lainnya di bagian barat,” ujarnya.
Sementara itu, Prof Xu Liping dalam materi “The Spice Trade of China-Indonesia and Its Impact” mengatakan, “Perdagangan rempah-rempah antara Cina dan Indonesia berlangsung selama ribuan tahun dari Dinasti Han dan Tang ke Dinasti Qing. Sebelum kedatangan penjajah Barat, Tiongkok kuno dan Indonesia selalu memelihara hubungan persahabatan yang mendorong perkembangan perdagangan rempah-rempah antara Tiongkok dan Indonesia sehingga memberikan pengaruh besar pada kehidupan sosial Tiongkok."
BACA JUGA:Tarik Minat Wisatawan, Ini Inovasi Remaja Mendahara Kabupaten Tanjab Timur
BACA JUGA:Jaksa Agung ST Burhanuddin Buka Rakernis Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2022
Ia juga menambahkan bahwa sejarah perdagangan rempah-rempah antara Cina dan Indonesia sepenuhnya menunjukkan bahwa pertukaran budaya berlangsung dua arah, bukan satu arah.
Prof. Amarjiva Lochan yang membawa materi bertajuk “Malays’ Spice Commodities Trade in Nusantara’s Spice Routes” mengatakan, “Perdagangan rempah juga terjadi di India, tetapi itu bukan hanya persoalan perdagangan saja. Melalui sungai dan bandar-bandar, ada pertemuan budaya, agama, dan lain hal sebagainya. Hubungan antara India, Tiongkok, tidak hanya sekadar perdagangan saja, tidak seperti perdagangan yang kita bayangkan hari ini. Perdagangan masa lalu memiliki impact yang sangat besar untuk hari ini,” pungkasnya.
Rempah untuk Kesehatan