JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Lebaran tentu tak terlepas dari ketupat. Ternyata hal ini ada asal usulnya sendiri.
Ketupat berasal dari kata kupat Parafrase kupat adalah ngaku lepat: mengaku bersalah. Janur atau daun kelapa yang membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata “jatining nur” yang bisa diartikan hati nurani.
Ini menurut Slamet Mulyono, dalam Kamus Pepak Basa Jawa.
Dikatakan bahwa dalam filosofis, beras yang dimasukan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu duniawi. Dengan demikian bentuk ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.
BACA JUGA:Airlangga Sebut Momen Mudik Idul Fitri Menjaga Perekonomian Masyarakat
BACA JUGA:Masih Tak Terima Hak Asuh Gala Sky Jatuh Kepada Haji Faisal, Doddy Sudrajat Ajukan Banding
Menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annal, yang dikutip dari Historia, l kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa.
Warna kuning pada janur dimaknai oleh de Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.
Dikatakan dia, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15.
Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa, yang membangun kekuatan politik dan penyiaran agama Islam dengan dukungan Walisongo (sembilan wali).
BACA JUGA:Malam Takibaran Berdarah, Bunari Tewas di Tangan Ipar
BACA JUGA:Dapat Remisi, Dua Narapidana Lapas Bungo Langsung Bebas
Ketika menyebarkan Islam ke pedalaman, Walisongo melakukan pendekatan budaya agraris, tempat unsur keramat dan berkah sangatlah penting untuk melanggengkan kehidupan.
Di sinilah pentingnya akulturasi. Raden Mas Sahid, anggota Walisongo yang sohor dengan panggilan Sunan Kalijaga, lalu memperkenalkan dan memasukkan ketupat, simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat, dalam perayaan lebaran ketupat, perayaan yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah hari raya Idul Fitri dan enam hari berpuasa Syawal.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat (persegi) diartikan dengan kiblat papat limo pancer.