Mengupas Total Utang serta Bunga dari Proyek Kereta Cepat Whoosh
Kereta Cepat Whoosh-Istimewa/jambi-independent.co.id--
JAMBI - INDEPENDENT.CO.ID - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh kini menghadapi beban finansial besar akibat utang yang harus dilunasi. Sejak awal pembangunannya, proyek ini digadang-gadang sebagai kerja sama murni antarperusahaan (business to business).
Namun, seiring berjalannya waktu, proyek tersebut justru harus disokong dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tetap berlanjut.
Banyak kalangan sejak lama menilai proyek ini memiliki risiko tinggi, terutama karena perencanaan keuangan yang terlalu optimistis dan pembengkakan biaya yang terus terjadi selama masa konstruksi.
BACA JUGA:PPN 11 Persen Bisa Turun! Menkeu Purbaya: Kita Lihat Dulu Kondisi Ekonominya
Kini, setelah beroperasi selama dua tahun, permasalahan baru muncul. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan antara Indonesia dan China, harus mulai mencicil utang pokok serta bunga pinjaman dari China Development Bank (CDB).
KCIC sendiri dimiliki mayoritas oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), konsorsium BUMN yang dipimpin oleh PT KAI.
Kerugian besar yang dialami KCIC kini menjadi beban keuangan bagi empat BUMN anggota PSBI.
BACA JUGA:Keren! Artikel M Azik Mahasiswa UIN STS Jambi Tembus Jurnal Scopus Inggris
Total investasi proyek KCJB mencapai sekitar 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500).
Dari jumlah itu, sekitar 75 persen dibiayai lewat pinjaman dari CDB dengan bunga 2 persen per tahun dan skema bunga tetap selama 40 tahun pertama.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan tawaran Jepang yang hanya 0,1 persen per tahun. Selain itu, proyek juga mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) hingga 1,2 miliar dolar AS, sehingga KCIC harus kembali menambah pinjaman dengan bunga lebih tinggi, yaitu di atas 3 persen per tahun.
BACA JUGA:BPOM Pastikan Produk Pangan Indonesia Aman dari Cemaran Radioaktif
Pendanaan proyek ini berasal dari kombinasi pinjaman CDB, penyertaan modal negara, serta kontribusi ekuitas dari konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China sesuai porsi kepemilikan masing-masing.
Lebih dari separuh dana tambahan untuk menutupi cost overrun ditanggung melalui pinjaman baru dari CDB.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



