Kajian Politik : Akseptabilitas, Titik Temu antara Popularitas & Elektabilitas

Kajian Politik :  Akseptabilitas, Titik Temu antara Popularitas & Elektabilitas

Bagaimana membentuk akseptabilitas ?

Jika membentuk popularitas bisa dilihat secara gamblang bahkan kasat mata, baik dengan sosialisasi, branding figur melalui iklan, tampilan gambar di ruang publik, media massa, sosial dan jaringan digital. Pembentukan akseptabilitas jauh lebih abstrak dibanding usaha - usaha pembentukan popularitas. 

Membentuk penerimaan seorang calon suatu usaha mempengaruhi alam sadar, bagaimana membuat orang suka, nyaman, senang, bahagia tolak ukurnya amat personal. Goalnya tentu bagaimana membuat orang mau memilih seorang calon. Disinilah akseptabilitas menjadi pintu masuknya, kesukaan yang kuat akan mengalahkan racun terkuat sekalipun, apa itu ? Pengaruh politik uang. Bukan sekali kita dengar, jika orang sudah suka, uang calon lain di ambil, tapi pilihan tetap pada mereka yang mereka sukai. 

Secara umum masyarakat suka akan kejeniusan seorang calon, tapi mereka lebih suka calon yang surplus empati, sehingga prasyarat pembentukan akseptabilitasnya empati yang meluas ke keterampilan interpersonalnya.

Membentuk akseptabilitas pemilih sangat menghargai calom yang memiliki banyak empati antarpribadi, bukan sekedar memiliki banyak empati terhadap umat manusia. 

Penelitian menunjukkan calon yang berempati dapat membuat sebagian besar masyarakat merasa suka dan terlibat dalam memilih.  Dalam kompilasi survei pemilu di 34 negara demokrasi yang penulis lakukan, 61 persen responden sangat menyukai dengan calon pemimpin yang sangat berempati, dan mereka mengatakan memilihnya di TPS.

Seorang calon bisa saja membranding dirinya selama bertahun-tahun, tentang tema besar pendidikan, keagamaan, infrastruktur, layanan sosial dan bahkan bantuan sembako, namun pemilih mengharapkan lebih dari itu. Ini, yang terkadang tidak disadari antara Empati dan Interpersonal. Masyarakat ingin punya pemimpin layaknya teman, bukan sekedar visioner yang asosial.

Selain itu dalam politik akseptabilitas hal yang diterima secara personal, ini juga sering di sama - ratakan, oleh calon bahkan pengamat, padahal dalam penelitian tuah bersama akan kesukaan hanya dimiliki oleh pribadi - pribadi. Namun, sebaliknya, mudharat ketak sukaan bisa berimbas secara kelompok atau pasangan calon lain.

Penjelasan akan hal ini bisa dilihat dari berbagai kasus tidak linearnya Popularitas, Akseptabilitas dan Elektabilitas (PAE) antara Kepala dan wakilnya. Kasus yang dominan PAE proporsi terbesar tetaplah dimiliki kepala daerahnya, meski di waktu normal, PAE ini serasa proporsional, namun saat pemilihan PAE hanya di akui milik kepala daerah. Tidak percaya ? Studi di 34 negara termasuk di Indonesia membuktikannya.

Untuk mengantisipasi ini, strategi penetrasi ke pemilih wajib dilakukan. Calon harus memiliki kontak person sebagai jaringan yang bekerja di masyarakat. Jika tidak mereka akan membuang energi, arang habis besi binasa. Kesimpulannya, untuk Pilkada dan Pilegb entuklah akseptabilitas pada pribadi, hubungan interpersonal, melalui jaringan dan tokoh kunci. ****Peneliti dan Pengamat***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: