Refocusing Tak Pengaruhi TPP

Refocusing Tak Pengaruhi TPP

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI – Refocusing telah dilakukan. Semua anggaran dipangkas untuk penanganan Covid-19. Khususnya infrastruktur di Jambi. Tapi itu tak mengganggu belanja pegawai, seperti gaji, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan lainnya.

Diketahui, sejak pandemi Covid-19 di Provinsi Jambi, belanja pembangunan yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat banyak, malah dipangkas. Seperti di Dinas PUPR Provinsi Jambi, di tahun 2020, dianggarkan Rp 800 miliar, tapi turun menjadi Rp 400 miliar setelah direfocusing.

Kemudian di tahun 2021, tinggal Rp 200 miliar lebih dari anggaran tahun sebelumnya yang mencapai Rp 400 miliar. Berbeda dengan anggaran belanja pegawai yang direfocusing hanya uang makan minum saat rapat, kemudian mengalihkan kegiatan yang belum penting dan TPP 13 dan 14 saja.

“Dari belanja pegawai tetap direfocusing, termasuk TPP 13 dan 14. jadi pegawai hanya menerima TPP reguler hanya 12 bulan saja,” kata Sudirman Sekda Provinsi Jambi, Kamis (30/9).

Diketahui, TPP 13 dan 14 ini sama denga gaji 13 dan 14. Ini direfocusing karena dari Menteri Keuangan tidak memperbolehkan dibayarkan. Karena Pemprov Jambi telah menganggarkan untuk TPP 13 dan 14 itu, maka dilakukan rasionalisasi, agar uang tersebut bisa digunakan.

“TPP tetap direfocusing, cuma untuk TPP yang reguler tak direfocusing sama sekali,” sebutnya. Dari informasi yang diterima, TPP reguler tak tersentuh refocusing karena tidak ada ketentuan untuk merefocusing dari TPP reguler.

Sementara nilai refocusing sudah dianggap cukup dari Dana Alokasi Umum (DAU), kemudian dari belanja modal dan beberapa belanja pegawai. Sudirman menyebutkan, untuk refocusing terdapat Rp 398 miliar untuk pemulihan ekonomi nasional, kemudian Rp 102 miliar untuk penanganan kesehatan, anggaran ini diambil dari belanja pegawai, yakni uang makan dan minum kegiatan, kemudian program perjalanan dinas, TPP 13 dan 14, serta belanja modal dari infrastruktur.

Terakhir Rp 43 miliar dari DAU yang dipotong langsung oleh pemerintah pusat, totalnya sendiri lebih dari Rp 500 miliar. Sementara untuk refocusing dari belanja infrastruktir itu sendiri, diambil dari pembangunan yang belum prioritas.

“Misalnya ada pembangunan sekolah, namun masih ada persoalan tanahnya yang belum selesai, karena bangun sekolah harus di tanah pemerintah. Karena masih bermasalah, jadi anggarannya kita alokasikan ke penanganan Covid-19,” jelasnya.

Dia menyebutkan, refocusing pada belanja infrastruktur ini berdampak pada masyarakat yang tak bisa menikmati aset atau pembangunan daerah itu sendiri. Sudirman menyebutkan itu memang sudah menjadi resiko. “Konsekuensinya seperti itu, karena kita jor-joran untuk pemulihan ekonom dan kesehatan karena Covid-19,” ungkapnya. (slt/rib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: