Bahaya! Jangan Simpan Password di Edge atau Chrome

Bahaya! Jangan Simpan Password di Edge atau Chrome

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA – Aksi penipuan yang berkaitan dengan virus corona dan sertifikat vaksinasi kerap terjadi. Jutaan orang menjadi sasaran penipuan Covid Pass yang menipu orang untuk mendapatkan uang dan data sensitif. Maka dari itu menyimpan password diperamban seperti Chrome atau Edge.

BACA JUGA : Ratusan Ojol Ngamuk Gegara Komentar Kasar, Geruduk Rumah Pelanggan

Meski bertujuan memudahkan pengguna dari pemilik browser dalam hal ini Google atau Microsoft, sebuah peringatan keras keluar dari para ahli IT yang melarang siapapun untuk menyimpan password mereka di Chrome atau Edge.

Pasalnya, banyak hacker atau peretas kini menargetkan pekerja jarak jauh. Saat bekerja, memang biasanya beberapa akses khusus ke website tertentu membutuhkan password.

Peringatan ini datang dari pakar keamanan perusahaan riset dan cyber security, AhnLab. Dikutip via NewYorkPost, tim peneliti IT memperingatkan untuk tidak menggunakan fitur seperti itu lagi di browser karena pelanggaran keamanan baru-baru ini telah mengancam sejumlah perusahaan.

Para penjahat siber kini telah mengeksploitasi tren pekerja kantoran di Inggris dan Amerika Serikat (AS) yang masih sering bekerja dari rumah atau work from home atau WFH di tengah pandemi Covid-19 yang kini masih berlangsung.

Menurut pakar keamanan AhnLab, seorang karyawan yang bekerja dari jauh menjadi korban saat mereka menggunakan Virtual Private Network (VPN) untuk mengakses jaringan perusahaan mereka.

Orang tersebut dengan polosnya melakukan pekerjaan di perangkat yang juga dipakai oleh orang lain yang tinggal bersama mereka dan tanpa menyadari bahwa perangkat tersebut telah terinfeksi malware pencuri informasi yang disebut Redline Stealer.

Hal ini kemudian menyebabkan detail akun dan kata sandi sensitif dari berbagai situs dicuri, termasuk informasi untuk mengakses VPN perusahaan. Pelaku kejahatan siber kemudian menggunakannya untuk masuk dan mengorek data bisnis pribadi korban, tiga bulan kemudian.

Meski komputer telah dilindungi perangkat lunak antivirus, tetapi malware tersebut tetap bisa menembusnya.

“Meskipun fitur penyimpanan kredensial akun dari browser sangat nyaman, tapi ada risiko kebocoran kredensial akun akibat infeksi malware,” kata AhnLab, dikutip Senin (31/1).

Pengguna disarankan untuk tidak menggunakannya dan hanya menggunakan program dari sumber yang jelas.

Sebagai informasi juga, Redline Stealer adalah malware yang terbilang cukup murah dan mudah didapat di dark web, yang mana harganya hanya sekitar USD 150 atau Rp 2,1 jutaan. Alat berbahaya ini pertama kali muncul pada Maret 2020, tepat saat pandemi mulai menyebar dan semakin dikenal.(jabarekspres.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: