Cinta Segitiga Berujung Misteri Pembunuhan
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - TIGA tahun berlalu setelah Hercule Poirot (Kenneth Branagh) memecahkan teka-teki pembunuhan di kereta Orient Express. Mantan tentara Perang Dunia I itu kini berada di London. Di sebuah kelab jazz, Poirot tak sengaja mencuri dengar percakapan Jacqueline ’’Jackie’’ de Bellefort (Emma Mackey) dan Simon Doyle (Armie Hammer). Jackie memperkenalkan tunangannya pada Linnet Ridgeway (Gal Gadot), sahabat baiknya yang besar di keluarga kaya.
Perkenalan yang awalnya untuk mencarikan Simon pekerjaan berakhir buruk bagi Jackie. Pertunangan mereka dibatalkan. Simon jatuh hati pada Linnet, lalu tak lama memutuskan menikah. Resepsi pernikahan digelar megah. Seluruh undangan diajak berpelesir di kapal pesiar SS Karnak dan mengarungi Sungai Nil, Mesir. Seluruh teman terdekat pasangan diundang. Termasuk Bouc (Tom Bateman), teman Poirot.
Namun, pesta pernikahan tak selalu gembira. Jackie, yang masih memendam perasaan, ikut berpelesir di kapal tersebut. Dia menguntit mantan kekasihnya, yang kini menjadi suami Linnet. Selain itu, pertengkaran dan drama terjadi di antara penumpang SS Karnak. Puncaknya, sang pengantin baru tewas. Linnet meninggal dengan luka tembak di kepala. Koleksi perhiasannya pun raib.
Poirot, yang kebetulan berpelesir dan bertemu Buoc, langsung menanyai para penumpang. Mereka ’’disegel” di bar kapal. Kapal megah itu menjadi saksi drama saling tuding. SS Karnak bersandar dengan membawa banyak cerita pahit.
Setelah sempat tertunda dua tahun, Death on the Nile akhirnya tayang. Film adaptasi novel Agatha Christie itu merupakan lanjutan dari Murder on the Orient Express, yang dirilis lima tahun lalu. Linimasa ceritanya hanya selisih tipis. Film pertama mengambil setting tahun 1934, sementara Death on the Nile berlangsung tiga tahun setelahnya.
Sayang, rilis proyek besutan Kenneth Branagh itu ’’tersandung” banyak hal. Selain penundaan karena pandemi, beberapa cast-nya sempat terlibat skandal. Yang jadi sorotan, tentu Armie Hammer yang dilaporkan atas kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Pihak 20th Century pun sempat ’’mengecilkan” porsi Hammer di trailer dan poster. Namun, keberadaannya di film tetap sama dan seakan-akan tidak terpengaruh. Selain itu, sikap Gal Gadot, pemeran istri Simon Linnet, terhadap konflik Israel-Palestina memengaruhi penerimaan film itu di beberapa negara.
Dalam wawancara di awal pekan ini, Branagh menyatakan, Death on the Nile berusaha menghadirkan kisah misteri yang menghibur. Dia memanfaatkan para cast berbintang untuk menampilkan drama antartokoh. ’’Kami menyelami kisah cinta segitiga berbahaya, yang juga melibatkan pertemanan. Film ini mengajak kalian ikut berpikir: siapa yang kau cintai, benci, dan inginkan?’’ paparnya sebagaimana dikutip laman STACK.
Meski demikian, misi nomine Sutradara Terbaik Oscars 2022 itu tampaknya gagal diterjemahkan di film. Di laman Rotten Tomatoes, Death on the Nile hanya mencatat skor 65 persen. Film itu lemah dalam penceritaan. Nama-nama bertalenta yang ditampilkan pun seakan-akan mubazir. Dalam ulasannya di Wall Street Journal, Joe Morgensten menilai, film tersebut hambar meski memiliki setting dan pemilihan kostum yang detail serta apik.
’’Style film ini mirip dengan perisa pasta gigi produksi pabrikan besar saat ini: artifisial dan ’terasa’, tapi terlalu umum,’’ paparnya. Peter Travers dari ABC News beranggapan, Death on the Nile punya visual retro yang menawan. ’’Bahkan naskah jelek dan efek komputer yang kasar pun tak dapat menghancurkannya,’’ paparnya. Kontributor New York Times Nicolas Rapold mengkritik, Branagh gagal mengeksekusi cerita. ’’Film ini melupakan kebahagiaan sederhana, yakni cast terlalu banyak, dan mengacak-acak kisahnya,’’ tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: