Bikin Kaget! Ini yang Terjadi pada Otak Jika Menulis Terlalu Bergantung Menggunakan AI

Bikin Kaget! Ini yang Terjadi pada Otak Jika Menulis Terlalu Bergantung Menggunakan AI

Ilustrasi wanita sedang menulis-freefik-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Sebuah penelitian terbaru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat, mengungkap dampak mengejutkan dari penggunaan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dalam menyelesaikan tugas-tugas berpikir, khususnya menulis esai.

Dikutip dari Psychology Today, riset tersebut memperlihatkan bahwa meski AI mempermudah penyelesaian tugas, penggunaan yang terus-menerus justru bisa berdampak negatif pada kinerja otak. Peneliti mencatat penurunan aktivitas saraf, memori jangka panjang, dan bahkan rasa kepemilikan terhadap karya tulis saat peserta menggunakan bantuan AI.

Dalam studi bertajuk Your Brain on ChatGPT Accumulation of Cognitive Debt when Using an AI Assistant for Essay Writing Task, sebanyak 54 mahasiswa dibagi ke dalam tiga kelompok untuk menjalani percobaan selama empat bulan.

Kelompok pertama menulis esai sepenuhnya dengan ChatGPT, kelompok kedua hanya menggunakan mesin pencari seperti Google, dan kelompok ketiga menulis berdasarkan ingatan serta kemampuan berpikir sendiri.

BACA JUGA:Bupati Muaro Jambi Gandeng Universitas Jambi! Teken MoU untuk Ubah Wajah Pembangunan Daerah

BACA JUGA:Petani Bergairah Lagi! Harga Pinang di Tanjab Timur Naik

Tugas yang diberikan berasal dari pertanyaan esai Tes Penilaian Skolastik (SAT). Pada pertemuan keempat yang dilakukan secara mengejutkan, peserta dipertukarkan metode: pengguna AI diminta menulis tanpa bantuan, sementara kelompok non-AI diperkenalkan pada ChatGPT.

Hasilnya cukup mencolok. Penggunaan AI terbukti menurunkan keterlibatan otak, terutama pada bagian-bagian yang terkait dengan daya ingat, perhatian, dan fungsi eksekutif. Semakin sering menggunakan AI, semakin rendah aktivitas otaknya.

Yang mengejutkan, banyak peserta yang menggunakan ChatGPT bahkan kesulitan mengingat isi esai yang mereka buat sendiri. Mereka pun menunjukkan hubungan yang tidak konsisten dengan tulisan mereka ada yang merasa memiliki penuh, ada juga yang merasa tidak terlibat sama sekali.

Dalam hal kualitas, esai dari kelompok pengguna AI cenderung seragam dan kehilangan keragaman ekspresi. Sebaliknya, kelompok non-AI menampilkan pemikiran yang lebih bervariasi dan orisinal.

BACA JUGA:Melaju Kencang, Pebalap Binaan Astra Honda Kibarkan Merah Putih di Thailand dan Italia

BACA JUGA:Pertama di Indonesia, BRI Terbitkan Social Bond Senilai Rp5 Triliun untuk Dukung Pembiayaan Inklusif

Menariknya, penilai manusia bisa membedakan gaya tulisan AI dan memberikan skor lebih rendah karena dianggap kurang orisinal. Sementara itu, penilai berbasis AI justru memberikan skor tinggi pada karya yang dihasilkan sesama AI.

Peneliti menyebut fenomena ini sebagai "utang kognitif" yaitu kondisi ketika ketergantungan pada alat bantu justru melemahkan kerja otak dalam jangka panjang.

Meski pengguna merasa produktif dan tidak terbebani, kenyataannya mereka kehilangan peluang untuk mengasah keterampilan penting seperti berpikir kritis, kreativitas, dan penguatan memori.

Penggunaan AI juga membuat otak kehilangan stimulasi penting yang mendorong neuroplastisitas—kemampuan otak untuk berubah dan berkembang melalui tantangan intelektual. Kurangnya usaha dalam proses belajar akan menghambat pertumbuhan jalur saraf, mengurangi kesadaran metakognitif (kemampuan untuk memahami cara berpikir sendiri), serta memperlemah daya tahan kognitif.

BACA JUGA:Program Loyalty Poin Cashier 2025, BRI Bagikan Hadiah Mobil Listrik hingga Jam Tangan Pintar bagi Merchant

BACA JUGA:Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jambi akan Tera Mobil Tanki Milik PT Elnusa Petrofin

Namun, para ilmuwan tidak menyarankan untuk sepenuhnya menghindari AI. Sebaliknya, AI sebaiknya digunakan secara bijak dan tidak menjadi alat utama dalam menyelesaikan tugas.

Menggabungkan penggunaan AI dengan proses belajar aktif, seperti merevisi hasil AI dengan analisis pribadi, bisa menjadi solusi. Selain itu, jika sudah tidak merasa tertantang secara intelektual setelah menggunakan AI, itu bisa menjadi sinyal bahwa penggunaannya sudah berlebihan.

Pada akhirnya, seperti halnya melatih otot, otak pun butuh latihan. Tanpa tantangan, kemampuan kognitif bisa menurun. Maka dari itu, penting untuk menyeimbangkan kemudahan teknologi dengan usaha berpikir yang nyata agar otak tetap tajam dan berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: