Memahami Paranoid dari Sudut Pandang Psikologi

Memahami Paranoid dari Sudut Pandang Psikologi

Ilustrasi Paranoid--Pixabay.com

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Paranoid adalah salah satu kondisi psikologis yang sering dikaitkan dengan gangguan kecemasan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain.

Dalam konteks psikologi, paranoid bukan hanya sekadar rasa takut berlebihan, melainkan kondisi di mana seseorang mengalami kecurigaan tanpa dasar yang kuat terhadap orang lain atau situasi di sekitarnya.

Paranoid dapat menjadi bagian dari gangguan mental yang lebih serius, seperti gangguan kepribadian paranoid (Paranoid Personality Disorder) atau bahkan skizofrenia.

Paranoid dalam psikologi sering diartikan sebagai pola pikir yang penuh kecurigaan, di mana seseorang merasa bahwa orang lain berusaha untuk mencelakakan atau merugikan dirinya.

Orang dengan sifat paranoid cenderung sangat sulit untuk mempercayai orang lain dan sering merasa bahwa ada ancaman tersembunyi, meskipun tidak ada bukti yang mendukung perasaan tersebut.

BACA JUGA:5 Zodiak yang Paling Cemburuan Menurut Astrologi

BACA JUGA:Benarkah Makan Nasi Putih Bisa Menyebabkan Diabetes? Penjelasan Berdasarkan Penelitian Kesehatan

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), salah satu kriteria dari gangguan kepribadian paranoid adalah kecurigaan yang terus-menerus tanpa alasan kuat, serta interpretasi yang salah terhadap tindakan orang lain sebagai tindakan yang bermusuhan atau meremehkan.

Beberapa gejala umum paranoid, menurut pandangan psikologis, meliputi:

1. Orang yang paranoid sering merasakan bahwa mereka menjadi sasaran fitnah atau pengkhianatan tanpa dasar yang jelas.

2. Mereka cenderung mudah tersinggung dan merasa terserang secara emosional, meskipun hal-hal yang dikatakan orang lain tidak dimaksudkan untuk menyerang mereka.

3. Paranoid sering menganggap orang lain tidak dapat dipercaya, dan mereka selalu merasa waspada terhadap kemungkinan dikhianati.

4. Orang dengan gejala paranoid sering memiliki hubungan yang tegang dengan orang lain, karena pola pikir mereka yang tidak sehat terhadap interaksi sosial.

BACA JUGA:Apakah Benar Gen-Z yang Punya Second Account Artinya Depresi? Sudut Pandang Psikologi dan Penelitian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: