Kisah Wenny Ira Reverawati, Angkat Kesetaraan Gender di Penyengat Olak Lewat Daur Ulang Sampah
Wenny Ira Reverawati di kediaman orang tuanya, di Kabupaten Merangin.-ist/jambi-independent.co.id-instagram @perempuanmelawan_2023
Isu lingkungan yang ditawarkan Wenny saat itu, adalah bagaimana bisa mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang berguna, bahkan membantu perekonomian.
Rupanya, para perempuan di sana lebih tertarik dengan isu lingkungan. Alasan mereka saat itu sederhana. Perempuan di sana khawatir dengan banyaknya sampah di Sungai Batanghari, yang selama ini menjadi masalah bagi mereka.
Apalagi jika sudah banjir, banyak sekali sampah plastik yang menumpuk di bawah rumah mereka. Sebagai masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai, rumah mereka berbentuk panggung.
BACA JUGA:Bikin Urut Dada Aja, Ini 5 Zodiak Suka Memancing Keributan, Mau Menang Sendiri
Setelah isu lingkungan dengan melakukan daur ulang sampah disepakati, Wenny pun memulai programnya. "Awal 2016 saya dan tim mendampingi mereka untuk membuat sebuah sekolah," kata Wenny. Namanya adalah Sekolah Bank Sampah Perempuan Desa Penyengat Olak.
Pendampingan Wenny tidak setengah-setengah. Dia benar-benar terjun langsung dalam pembentukan sekolah itu. Lengkap dengan struktur organisasi, kurikulum, dan administrasi terkait dengan sekolah bank sampah itu.
"Ada kepsek, guru. Saat itu kita komitmen, walau hanya 1 orang yang datang, tetap dilayani," kata Wenny. Perempuan yang datang pun tak perlu membayar. Cukup membawa sampah saja.
Sasaran Wenny dan timnya adalah para perempuan di Penyengat Olak. Baik ibu-ibu atau perempuan putus sekolah.
BACA JUGA:Lagi, KPK Tahan 5 Tersangka Kasus Suap Ketok Palu RAPBD Provinsi Jambi
"Dalam perjalanannya, ternyata banyak suami yang ikut membantu istrinya mendaur ulang sampah," cerita Wenny. Saat itu kata dia, sekolah buka setiap hari Senin. Para perempuan itu sendiri yang menentukan di mana basecampnya.
Setiap hari Senin pukul 14.00 sampai 17.00, mereka akan mengajari perempuan untuk mendaur ulang sampah menjadi barang berguna.
Awalnya kata Wenny, mereka belajar dengan bank sampah yang sudah ada. Mereka belajar bagaimana mengolah plastik, koran dan kain perca.
Para perempuan ini ternyata serius. Mereka tak ingin sampah-sampah terus mencemari sungai yang menjadi urat nadi kehidupan mereka. Pada 2016 Agustus, mereka bahkan berusaha mengembangkan diri sendiri. Mereka belajar secara online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: