Penerapan Unsur Kerugian Negara dan Perekonomian Secara Simultan, dalam Kasus Duta Palma Group

Penerapan Unsur Kerugian Negara dan Perekonomian Secara Simultan, dalam Kasus Duta Palma Group

Kapuspenkum Kejaksaan RI Dr Ketut Sumedana--

Oleh: Dr Ketut Sumedana

Kapuspenkum Kejaksaan RI

 

Akhir-akhir ini, dunia penegakan hukum digegerkan dengan kasus yang merugikan negara sebesar Rp104 triliun dan menggugah kita semua untuk memberikan komentar. 

Awalnya diperkirakan sebesar Rp78 triliun, namun terus bergeser dan membengkak sehingga menjadi Rp104 triliun, dan sepanjang sejarah penegakan hukum di Indonesia, ini tidak saja fenomenal tapi luar biasa. 

Jaksa Agung dan jajarannya tidak lagi menerapkan unsur kerugian negara tapi berani mengembangkan dan memperluas dengan unsur perekonomian negara, sebab di sini bukan soal keberanian tetapi lebih pada kepastian dan kemanfaatan hukum itu sendiri.

Langkah strategis Kejaksaan Agung ini bukanlah yang pertama menerapkan perekonomian sebagai unsur yang wajib dibuktikan. 

Salah satu contoh yang masih hangat adalah perkara minyak goreng dengan kerugian mencapai Rp18 triliun, dan tentu dampaknya nyata dirasakan oleh masyarakat.

Bahkan ada yang sampai meninggal dunia akibat harus mengantre demi mendapatkan minyak goreng akibat tata kelola ekspor yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat. 

Duta Palma ada kaitannya dengan minyak goreng, tetapi fokusnya adalah penguasaan lahan negara secara ilegal dan hal ini sudah tidak lagi menjadi bahan perdebatan.

Kejaksaan sudah pernah menerapkan pada beberapa kasus terkait dengan penerapan dan pembuktian “perekonomian negara” yang dapat menjadi yurisprudensi bagi penegak hukum dalam mengambil pertimbangan dan keputusan, antara lain jauh sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) seperti putusan nomor: 1164 K/ Pid/1985 atas nama terdakwa TG.

Di mana terdakwa secara melawan hukum membangun tanpa ijin di wilayah perairan milik negara yang mengakibatkan negara tidak dapat memanfaatkan dan menggunakannya untuk kepentingan umum sehingga menurut Majelis Hakim hal tersebut termasuk perbuatan yang merugikan “perekonomian negara”.

Pada kasus lain juga berkaitan dengan perekonomian negara adalah putusan Nomor: 1144 K/ Pid/ 2006 atas nama terdakwa ECW N sebagai Direktur Utama Bank Mandiri yang memberikan pinjaman (bridging loan) secara melawan hukum dengan tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan dan cenderung mengarah pada Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 

Menurut pertimbangan Majelis Hakim, hal itu termasuk merugikan perekonomian negara karena dengan memberikan jumlah kredit yang besar di saat kondisi Negara dan masyarakat membutuhkan pembangunan ekonomi kerakyatan dan diberikan kepada pengusaha yang tidak produktif. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: