RI jadi Prioritas Utama JBIC, Menko Airlangga Tawarkan Investasi Kesehatan dan Pangan
Menko Airlangga Hartarto--
JEPANG - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang baru Nobumitsu Hayashi digelar di Hotel Imperial Tokyo, Jepang, Senin (25/07). Dalam pertemuan tersebut, Menko Airlangga membahas proyek JBIC yang ada di Indonesia.
Mengawali pertemuan, Menko Airlangga menyampaikan bahwa JBIC berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia sebagai sumber pendanaan maupun penasihat dalam berbagai proyek infrastruktur.
JBIC setiap tahun membuat survei atas perusahaan manufaktur Jepang yang melakukan bisnis di luar Jepang (Survey on Overseas Business Operations by Japanese Manufacturing Companies).
Seperti kita ketahui pada survei tahun 2021, dari Daftar “Promising Countries for Overseas Business” , Indonesia masih di peringkat ke-6 atau di bawah Vietnam dan Thailand. “Indonesia ingin lebih tinggi dari Vietnam dan Thailand, inilah alasan utama kenapa kami menemui JBIC di Tokyo,” ungkap Menko Airlangga.
JBIC memiliki spesialisasi yang salah satunya adalah pembiayaan di sektor energi.
“Beberapa proyek infrastruktur utama seperti Pembangkit Listrik Tanjung Jati-B, Jawa 1, dan pembangkit panas bumi Sarula dan Muara Laboh, serta proyek LNG Tangguh. Proyek-proyek ini menyediakan sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.” ujar Menko Airlangga.
Menko Airlangga menambahkan, bahwa fokus Indonesia untuk dua tahun ke depan adalah memulihkan ekonomi dan kembali mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkelanjutan, yang salah satunya didukung oleh ketersediaan infrastruktur energi.
Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konkret untuk melaksanakan transisi energi ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk mencapai Nationally Determined Contributions (NDC) pengurangan emisi karbon 29% pada 2030.
Pemerintah Jepang juga telah melakukan banyak kolaborasi dengan Indonesia dalam pengurangan emisi karbon. Salah satunya melalui skema Joint Crediting Mechanism (JCM). Skema ini juga sedang dipertimbangkan sebagai bagian dalam kerja sama pendanaan JBIC dengan Indonesia dalam program transisi energi.
Proyek besar yang juga menjadi pembahasan adalah terkait Proyek Masela yang akan menjadi semakin strategis, terutama pasca perang Ukraina dan Rusia dan karena melonjaknya kebutuhan gas dari negara-negara G7.
Gas menjadi sangat penting karena dapat digunakan sebagai bahan baku ammonia, pupuk, dan gas juga bisa digunakan membangun methanol yaitu salah satu blending untuk biofuel. Nilai investasi proyek ini mencapai US$19,85 miliar.
Namun demikian, proyek ini mempunyai tantangan ke depan yaitu adanya percepatan transisi energi, persyaratan dekarbonisasi, dan perubahan industri hulu migas, sehingga perlu dievaluasi dan diidentifikasi ulang mengenai ruang lingkup proyeknya.
Gubernur JBIC Hayashi menyampaikan, “Indonesia negara sangat strategis dan merupakan customer JBIC terpenting, karena itu saya sangat berbahagia bisa bertemu langsung dengan Menko Airlangga dan Menteri Agus. Dukungan JBIC di bidang energi dengan mendukung listrik 11,6 GW yang sangat membantu pembangunan ekonomi Indonesia.”
Selain membahas mengenai energi, pertemuan juga membahas pengembangan sektor otomotif di Indonesia. Di Indonesia, hampir 90% prinsipalnya berasal dari Jepang dan JBIC ikut membiayai pengembangan sektor otomotif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: