JAKARTA,
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID -Hingga saat ini,ternyata pasokan jagung dalam negeri masih rendah. Angka ini belum bisa memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Sehingga membuat Indonesia hingga saat ini masih impor jagung.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan bahwa kebutuhan jagung untuk industri pangan di tahun 2022 diperkirakan meningkat sekitar 1,5 – 1,6 juta ton.
Sebelumnya di 2021, kebutuhan bahan baku jagung bagi industri pangan yang mencapai sekitar 1,2 juta ton. Sementara baru dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri sebesar tujuh ribu ton.
Febri mengatakan masih rendahnya pasokan jagung dari dalam negeri disebabkan sulitnya mendapatkan jagung dengan tingkat kandungan aflatoksin di bawah 20 ppb (part per billion).
Sementara peningkatan kebutuhan pangan didalam negeri seiring dengan sudah beroperasinya satu investasi industri pati jagung baru di dalam negeri.
“Itu merupakan angka maksimum kandungan aflaktoksin dalam jagung yang dipersyaratkan untuk industri pangan, sedangkan untuk bahan baku industri pakan, angka aflaktoksin maksimum 50 ppb,” ujar Febri, Jumat 6 Mei 2022.
Aflatoksin ialah cemaran mikotoksin yang dihasilkan dari metabolisme cendawan Aspergilus flavus, yang terkandung dalam biji jagung serta kacang-kacangan dan bersifat karsinogenik.
Kandungan aflatoksin yang dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi batas dan dalam jangka waktu lama dapat membahayakan kesehatan.
Febri memaparkan Amerika Serikat menetapkan kandungan aflaktoksin total pada pangan maksimum 20 ppb.
Selanjutnya, Uni Eropa memberlakukan aturan kandungan aflatoksin total yang lebih ketat pada produk pangan yaitu maksimum sebesar 4 ppb, bahkan untuk susu formula dipersyaratkan bebas kandungan aflatoksin.
Di Indonesia, standar mengenai kandungan aflatoksin total jagung untuk pangan maupun pakan telah diatur dalam SNI 8926:2020 tentang Jagung, yaitu sebesar 20 ppb untuk pangan dan 100 ppb untuk pakan.
“Dengan demikian, angka tersebut merupakan batas aman kandungan aflatoksin dalam jagung,” kata Febri.
Dalam SNI ini, selain kandungan aflatoksin total, diatur pula kadar air maksimal pada jagung.
"Ini juga merupakan salah satu parameter syarat mutu penting yang digunakan oleh industri dalam pemilihan jagung sebagai bahan baku industri, khususnya industri pangan," ucap Febri.
Selain itu, untuk mendapatkan jagung dengan kandungan kadar aflatoksin total di bawah 20 ppb, jagung hasil panen harus segera dikeringkan dan disimpan di tempat yang tidak banyak terdapat kandungan uap air, seperti silo.
Namun, jumlah mesin pengering dan silo tempat penyimpanan jagung sangat terbatas sehingga hasil panen jagung dari dalam negeri belum maksimal diolah menjadi bahan baku yang memenuhi kriteria industri pangan seperti dikutip dari
jpnn.com.
Meskipun demikian, Kemenperin berupaya meningkatkan ketersediaan bahan baku bagi industri termasuk yang bersumber dari lokal, salah satunya melalui program nilai tambah dan daya saing di sektor industri agro. (viz)