Waspadai Pelemahan Rupiah Lebih Dalam, Bisa Menyentuh Angka Rp 14.600 Per USD

Waspadai Pelemahan Rupiah Lebih Dalam, Bisa Menyentuh Angka Rp 14.600 Per USD

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi (9/7) terus melemah terkerek eskalasi Covid-19 Indonesia yang tembus lebih dari 38 ribu kasus per hari.

Pada pukul 9.48 WIB, rupiah melemah 18 poin atau 0,12 persen ke posisi Rp 14.543 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.525 per USD.


Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah diprediksi bisa berlanjut.

"Rupiah dibuka berfluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp 14.510-Rp 14.600 per USD," ujar Ibrahim saat dikonfirmasi JPNN.com.

Menurutnya, rupiah terimbas sentimen domestik seperti data yang membeberkan Indonesia dicap sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah oleh Bank Dunia.

Hal itu, sebagai dampak dari lonjakan kasus pandemi Covid-19 yang belum tertangani.

"Pendapatan Nasional Bruto Indonesia saat ini hanya sebesar USD 3.979 per kapita. Artinya turun setelah 2019 berperingkat sebagai negara berpendapatan menengah ke atas," beber Ibrahim.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat menurun dengan turunnya indeks saham global pada perdagangan Kamis (8/7) kemarin dan pagi ini indeks saham Asia bergerak melemah.

Menurut Ariston, rupiah mungkin bisa melemah hari ini dengan sentimen pasar tersebut.

"Kekhawatiran pasar terhadap kenaikan kasus Covid-19 karena virus delta menjadi pemicu pasar enggan masuk ke aset berisiko," ujar Ariston.

Selain itu, indikasi pengetatan moneter oleh bank sentral AS The Fed bisa terjadi lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, juga membantu penguatan USD terhadap nilai tukar lainnya.

Dalam notulen rapatnya yang dirilis Kamis (8/7) dini hari kemarin, para pejabat Fed mulai mempertimbangkan pengurangan pembelian aset bulanan bila data-data ekonomi membaik.

Pembelian aset merupakan salah satu stimulus moneter bank sentral untuk menggerakkan perekonomian dengan likuiditas berimbal hasil rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: