Batu Bara, Berkah atau Musibah Bagi Jambi (Bagian Pertama)

Batu Bara, Berkah atau Musibah Bagi Jambi (Bagian Pertama)

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi

Pasca lebaran 2021, di tengah Pandemi batu bara menjadi komoditas dengan kenaikan harga paling tinggi tahun ini. Mencatat rekor dalam kurun 10 tahun terakhir. Kondisi itu seharusnya bisa memberikan dampak positif terhadap perekonomian Jambi. Nyatanya, pelonjakan harga emas hitam ini tidak berpengaruh signifikan terhadap tenaga kerja pertambangan.

Meminjam data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batu bara acuan (HBA) pada Agustus 2021 sebesar USD 130,99 per ton. Harga itu kembali meningkat pada sebulan kemudian menjadi USD 150,03 per ton. Bahkan bulan ini, batu bara masih perkasa yang harganya mencapai USD 161,63 per ton.

Provinsi Jambi memiliki cadangan batubara terbesar di Pulau Sumatera. Jika pada tahun 2009 produksi baru tercatat 2.690.971 ton, enam tahun kemudian meningkat menjadi 4.874.877 ton. 

Hari ini batubara Jambi tercatat sebagai penyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. Dengan potensi batubara yang belum dieksplorasi sebanyak 788,65 juta ton, Jambi adalah salah satu lumbung batubara nasional.

Ironisnya, meski harga emas hitam acuan saat ini tinggi, pengaruhnya terhadap rekrutmen tenaga kerja tidak signifikan.

Harga naik, produksi meningkat. Namun, batu bara sifatnya padat alat, bukan padat karya. Jadi efeknya terhadap rekrutmen tenaga kerja tidak terlalu berpengaruh.

Namun, efek domino tetap ada. Dengan meningkatnya produksi, terjadi peningkatan permintaan terhadap keperluan alat. Pengusaha daerah yang bergerak di bidang alat berat sejak harga batu bara naik mendapatkan efek positif. Selain itu, pengusaha logistik seperti makanan dan bahan bakar ikut merasakan manisnya harga si batu hitam.

 

 

Pemprov Jambi memang dituntut untuk mengambil peran aktif. Pasalnya, batu bara menjadi komoditas yang bisa diandalkan mendongkrak kesejahteraan masyarakat setelah masa kejayaan perkayuan, sedangkan pada sektor perkebunan ketimpangan kepemilikan antara perusahaan dan masyarakat pada sawit dan karet yang mendominasi ekonomi daerah. 

 

 

Tetapi secara luas, efek ekonominya tidak dirasakan Jambi. Itu karena kebanyakan perusahaan bukan milik pengusaha lokal. Akibatnya perputaran uangnya tidak di Jambi. Meski di atas kertas, naiknya harga batu bara memengaruhi produk domestic bruto (PDRB), namun emas hitam di Jambi belum banyak berperan dan memberikan manfaat bagi rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: