Hingga Agustus 2025, Terpantau 328 Hotspot di Jambi
Ilustrasi. Bulan Agustus 2025, jumlah hotspot di Jambi turun drastis.-ist/jambi-independent.co.id-
JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Provinsi JAMBI mencatat sebanyak 328 titik panas (hotspot) terpantau di wilayah JAMBI sejak awal Januari 2025 hingga Agustus 2025.
Adapun, angka tersebut menunjukkan sebaran titik panas yang cukup merata di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Jambi.
Ketua Tim Bidang Data dan Informasi BMKG Provinsi Jambi, Nabilatul Fikroh, mengatakan dari total hotspot tersebut, Kabupaten Sarolangun menjadi daerah dengan jumlah terbanyak, yakni 79 titik. Disusul Kabupaten Merangin sebanyak 69 titik, dan Muaro Jambi sebanyak 66 titik.
“Jumlah itu merupakan akumulasi sejak awal tahun hingga saat ini. Data harian terus kami update melalui pemantauan satelit,” kata Nabilatul, Senin tanggal 25 Agustus 2025.
BACA JUGA:Dua Putri Tanjabbar Terima Program Beasiswa Dari SKK Migas Sumbagsel dan KKKS Jadestone Energy
Adapun, titik hotspot terbanyak terjadi pada Juli lalu dengan 148 titik. Sementara pada Agustus ini, jumlahnya menurun drastis menjadi 45 titik.
“Memang dibandingkan bulan sebelumnya, jumlah hotspot bulan ini sudah cukup menurun,” beber Nabilatul.
Sementara, penurunan jumlah hotspot pada Agustus dipengaruhi oleh curah hujan yang mulai meningkat di beberapa wilayah.
Meskipun Jambi masih berada dalam periode musim kemarau, namun aktivitas hujan sesekali terjadi sehingga berkontribusi menekan potensi kebakaran lahan.
BACA JUGA:Atlet Balap Sepeda Jambi Raih Emas 'Tour Malasari Halimun 2025'
“Beberapa hari terakhir ada hujan lokal dengan intensitas ringan hingga sedang, terutama di wilayah barat Jambi. Kondisi ini cukup membantu meredam kemunculan titik panas baru,” ujarnya.
Ia mengingatkan kepada masyarakat Jambi agar tidak lengah. Sebab, berdasarkan prakiraan cuaca, musim kemarau di Jambi diperkirakan masih berlangsung hingga akhir September.
“Kondisi atmosfer saat ini masih berpotensi memunculkan cuaca kering, sehingga risiko karhutla tetap ada,” kata Nabilatul.
Lebih lanjut, ia menyoroti adanya sebagian besar titik panas yang muncul berada di kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan gambut. Faktor manusia, seperti pembukaan lahan dengan cara membakar, masih menjadi pemicu utama.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



