Ihwal PPP, Airlangga-Suharso Terbuka Lebar untuk 2024

Senin 04-10-2021,20:38 WIB

JAKARTA - Partai Golkar didorong untuk membentuk koalisi nasionalis religius dalam Pemilu 2024. Hal ini disambut baik oleh PPP sebagai parpol berbasis ideologi Islam.

Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara mengatakan, wacana koalisi nasionalis-religius patut dipertimbangkan. Menurut dia, wacana tersebut akan dibahas dalam internal PPP.

"Kalau ada dorongan dari Golkar untuk membentuk koalisi nasionalis religius tentunya akan menjadi salah satu referensi bagi PPP bila nanti dibicarakan secara internal," jelas Amir (4/9).

Saat ini, kata Amir, partainya sama sekali belum membahas terkait Pilpres 2024. Sebab, PPP masih disibukkan dengan konsolidasi internal di tingkat daerah. "Masih konsolidasi kepengurusan di internal, setelah tingkat provinsi tuntas, saat ini konsolidasi baru sampai di tingkat kabupaten/kota," kata Amir lagi.

Bicara soal calon presiden dan wakil presiden, Amir mengatakan, PPP tentu saja akan mengutamakan kader terbaiknya, Suharso Monoarfa untuk maju di Pemilu 2024.

"Kalau ada dari internal pasti prioritas utama adalah Pak Suharso sebagai Ketum," tegas dia.

Ihwal kemungkinan membentuk koalisi dengan Golkar dan mengusung pasangan Airlangga-Suharso sebagai capres dan cawapres 2024, Amir menilai, kemungkinan tersebut sangat terbuka. Terlebih saat ini, PPP belum memutuskan dan membahas resmi terkait pasangan presiden dan wakil presiden.

"Karena memang belum pernah ada pembicaraan, maka semua opsi tentu masih terbuka sampai ada keputusan final di internal partai," kata Amir.

Koalisi Nasionalis-Religius

Sebelumnya diberitakan, Satuan Karya (Satkar) Ulama Indonesia Partai Golkar mendorong Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto membangun komunikasi dengan partai berbasis agama. Airlangga juga diminta menjaga hubungan baik dengan ulama.

Sekjen DPP Satkar Partai Golkar Ashraf Ali mengatakan, koalisi nasionalis religius menjadi salah satu yang ideal untuk Airlangga berlaga di pilpres 2024.

Menurut Ashraf, karena kultur masyarakat Indonesia yang general dan heterogen maka perlu adanya satu kesepahaman, bagaimana membawa bangsa ini ke depan.

Secara politik, menurut Ashraf, karakter masyarakat atau voter itu hanya 30 persen yang pilihannya statis. Sedangkan 70 persen yang lain dinamis. 30 Persen pemilih statis ini adalah kader, pengurus dan simpatisan.

"Nah yang 70 persen, karakter itu bersifat religius, maka itu sangat wajar apabila ada koalisi nasional yang berkarakter religius yang harus kita dekati," ujar Ashraf saat dihubungi, Selasa (28/9).

Ashraf memandang, masyarakat Indonesia perlu sentuhan emosional, dan emosionalitas tertinggi itu hal terkait keagamaan.

"Jadi bagi seorang politisi atau partai politik siapa yang bisa merebut wilayah itu, kemungkinan akan mendapatkan dukungan dari masyarakat," katanya

Kata Pengamat

Tags :
Kategori :

Terkait