Dirgahayu Indonesia Ke-80: Merdeka Itu Bukan Seremonial

Selasa 19-08-2025,11:46 WIB
Reporter : faisal
Editor : faisal

JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Delapan puluh tahun kemerdekaan Indonesia. Upacara tahunan ini bukan sekadar perayaan; itu adalah pengingat bahwa kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan tidak boleh berhenti.

Meskipun demikian, inilah ironi kita: semakin meriah perayaan, semakin jelas perbedaan antara simbol dan kenyataan. Setiap 17 Agustus, kembang api menghiasi langit, karnaval berlangsung di jalanan, dan pidato panjang ditayangkan di televisi.

Namun, setelah itu, kenyataan kembali menampar: harga makanan yang tidak terkendali, korupsi yang terus-menerus, penguasaan asing atas sumber daya alam, dan rakyat kecil yang masih berada di pinggir pembangunan. Apakah ini bentuk kemerdekaan yang diharapkan para pendiri negara ini?

Kemerdekaan pangan berarti negara tidak bergantung pada impor. Kemerdekaan adalah keadilan hukum yang tidak dapat diperdagangkan. 

BACA JUGA:Partai Dakwah Ganti Nakhoda, PKS Kota Bakal Gelar Musda

Merdeka berarti semua orang memiliki akses yang sama ke pendidikan dan kesehatan, bukan hak istimewa untuk mereka yang mampu. Ketika petani dan buruh dapat hidup dari tanah mereka sendiri, mahasiswa dapat kritis tanpa terhambat, dan buruh dapat bekerja secara layak.

Sejarah mencatat bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah permulaan dari perjuangan. Para pendiri negara ini tidak pernah berpikir bahwa kemerdekaan hanya akan berhenti pada upacara setahun sekali. 

Mereka menginginkan negara berdaulat penuh atas kebijakan, udara, tanah, dan air. Namun, delapan puluh tahun kemudian, kita sering tunduk pada kepentingan modal global, terlalu mudah menyerahkan kedaulatan untuk investasi, dan terlalu toleran terhadap oligarki yang mengeksploitasi demokrasi.

Apakah kita sudah merasakan kemerdekaan yang sebenarnya, atau hanya sebatas simbol yang dirayakan setiap tahun?

BACA JUGA:Cetak Sejarah ! Claudia Scheunemann Perempuan Indonesia Pertama Dikontrak Klub Liga Belanda FC Utrecht

HUT RI ke-80 seharusnya menjadi momentum untuk perubahan. Kekayaan budaya, bonus demografi, dan potensi energi hijau seharusnya menjadi modal untuk keluar dari negara konsumen. Bangsa ini lebih besar daripada pasar. Indonesia harus berani menjadi produsen peradaban, ide, dan inovasi.

Kemerdekaan sejati bukan tentang kibaran bendera sehari, melainkan tentang tegaknya kedaulatan setiap hari.

Jika rakyat masih miskin di negeri yang kaya, jika pengangguran masih banyak di antara rakyat, jika hukum masih tajam ke bawah tumpul ke atas, jika pendidikan dan kesehatan masih jadi barang mewah, maka jelas kemerdekaan kita belum utuh.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-80. Mari berhenti menjadikan kemerdekaan sebagai seremoni, dan mulai menjadikannya kenyataan.

Dr. Pahrudin HM, M.A.

Kategori :