Menteri Inggris Mengaku Dipecat Kabinet Johnson karena Muslim

Senin 24-01-2022,10:03 WIB

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA - Kabinet pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson diduga telah memecat mantan Menteri Muda Transportasi Inggris, Nusrat Ghani, hanya karena statusnya sebagai Muslim.

Menurut Ghani, dirinya dipecat karena keyakinannya sebagai seorang Muslim telah membuat sesama rekannya di parlemen dan pemerintahan tidak nyaman.

Perempuan 49 tahun itu kehilangan pekerjaan sebagai menteri muda transporatsi pada 2020.

Saat itu, komisi penegak disiplin parlemen mengatakan kepada Ghani bahwa keyakinannya sebagai seorang beragama Islam menjadi masalah pemecatannya.

"Saya diberitahu pada pertemuan perombakan kabinet di Downing Street bahwa isu Muslim telah diangkat menjadi sebuah masalah," kata Ghani, kepada surat kabar Sunday Times seperti dikutip Reuters pada Minggu 23 Januari 2022.

"Status saya sebagai 'menteri wanita Muslim' membuat rekan-rekan saya tidak nyaman," sambungnya.

Ghani mengakui, apa yang dialaminya telah menggoyahkan kepercayaannya, terutama terhadap partai Konservatif yang berkuasa.

Bahkan dia kerap berpikir apakah akan melanjutkan statusnya sebagai anggota parlemen setelah apa yang dialaminya selama ini.

"Saya tidak bisa berpura-pura bahwa ini tidak menggoyahkan kepercayaan saya pada partai dan saya kadang-kadang mempertimbangkan apakah akan melanjutkan sebagai anggota parlemen," tuturnya.

Di sisi lain, Kantor Perdana Menteri Inggris belum memberi tanggapan terkait pernyataan Ghani tersebut. Namun kepala penegak disiplin pemerintah Inggris, Mark Spencer, membantah tudingan ini.

Dia bahkan menyebut apa yang diucapkan Ghani adalah fitnah.

"Tuduhan ini sepenuhnya salah dan saya menganggapnya sebagai fitnah," katanya di Twitter.

Pengakuan Ghani muncul ketika pemerintahan Johnson terus menjadi sorotan dan berada di ujung tanduk.

Salah satu politikus Konservatif bahkan baru-baru ini berjanji akan mendatangi polisi untuk membawa berbagai skandal pemerintahan Johnson,

Salah satunya dugaan pemerasan komite disiplin parlemen terhadap para anggota yang dicurigai mencoba memaksa Johnson mundur sebagai PM.

Seruan Johnson untuk mundur sebagai perdana menteri memang terus menyeruak sejak pesta yang diadakan di kantornya di Downing Street saat lockdown ketat pada Mei 2020 lalu terungkap ke publik.

Johnson pun mengaku turut hadir dalam pesta minum-minum itu.

Skandal-skandal tersebut memang menggilas dukungan publik terhadap Jhonson baik secara pribadi maupun terhadap partainya.

Hal ini juga lah yang membuat Johnson menghadapi krisis paling serius dari jabatan perdana menteri yang tengah dia emban.

Partai Konservatif sebelumnya juga menghadapi tuduhan Islamofobia. Sebuah laporan pada Mei tahun lalu mengkritik cara mereka menangani keluhan diskriminasi terhadap Muslim.

Laporan itu juga membuat Johnson mengeluarkan permintaan maaf atas semua komentarnya di masa lalu tentang Islam, termasuk kolom surat kabar di mana dia menyebut wanita yang mengenakan burqa sebagai "seperti kotak surat".(fin)

Tags :
Kategori :

Terkait