Kawasan pemukiman, RTH, dan sempadan sungai jelas-jelas tidak diperuntukkan untuk kegiatan industri berat seperti penimbunan dan bongkar muat batubara (TUKS).
Kegiatan batu bara umumnya memerlukan zonasi industri atau pertambangan yang terpisah dari area sensitif seperti pemukiman.
Pembangunan TUKS dan stockpile di lokasi ini secara langsung melanggar peruntukan lahan yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Jambi.
BACA JUGA:Bupati Anwar Sadat Dorong Bujang Gadis Jadi Duta Inspiratif dan Penggerak Wisata Tanjab Barat
Bahkan, Perda Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Jambi Tahun 2023-2043 juga menyatakan bahwa lokasi stockpile Aur Kenali seharusnya berada di kawasan pertanian, dengan batasan hanya untuk perkebunan, pemukiman petani dengan kepadatan rendah, serta sarana dan prasarana pertanian, yang semakin memperkuat ketidaksesuaian ini.
Warga juga mengeluhkan bahwa PT SAS melakukan penimbunan di kawasan rawa yang menjadi daerah resapan air bagi perumahan Aur Kenali, yang dikhawatirkan dapat menyebabkan banjir besar.
Ini bertentangan dengan fungsi ekologis rawa sebagai daerah resapan air atau kawasan lindung yang memiliki fungsi hidrologis penting untuk pengendalian banjir dan konservasi keanekaragaman hayati yang termuat dalam RTRW.
Meskipun PT SAS mengklaim telah mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dari Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Kota Jambi dan WALHI Jambi tetap menegaskan bahwa Perda RTRW Kota Jambi adalah peraturan yang harus dipatuhi.
BACA JUGA:Mengetahui Kepribadian Lewat Golongan Darah: Mitos atau Cerminan Diri?
Konflik ini menyoroti perlunya harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah, serta penegakan hukum yang konsisten dan berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat.
Tanpa penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran RTRW dan ketentuan lingkungan, semangat investasi dalam Omnibus Law akan disalahartikan sebagai lisensi untuk merusak lingkungan, sebuah narasi yang harus diluruskan.
Selain dampak lingkungan langsung, keberadaan proyek batubara yang berlokasi tidak sesuai peruntukan ini juga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap infrastruktur vital Jambi.
Peningkatan aktivitas angkutan batu bara, baik melalui darat maupun sungai, berpotensi merusak Jembatan Batanghari I dan II serta ikon wisata Gentala Arasy.
BACA JUGA:Jadwal Lengkap Indonesia di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia: Lawan Berat Menanti!
Jembatan-jembatan ini, sebagai urat nadi transportasi utama di Jambi, tidak dirancang untuk menahan beban berlebih dan getaran intensif dari lalu lintas truk batubara yang melampaui kapasitas jalan.
Kerusakan pada jembatan-jembatan ini akan melumpuhkan perekonomian dan mobilitas masyarakat. Begitu pula dengan Gentala Arasy, yang merupakan simbol budaya dan pariwisata Jambi, dapat terancam keberlangsungannya akibat dampak polusi udara, kebisingan, dan potensi kerusakan struktural jika aktivitas batubara tidak terkontrol.