JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Kebijakan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2022dinilai tidak diimbangi dengan anggaran yang disiapkan pemerintah.
Pengamat pendidikan abad 21 Indra Charismiadji mempertanyakan kengototan pemerintah menggelar seleksi dengan kuota fantastis, yakni sekitar 758 ribu.
Imbasnya, guru honorer kembali mejadi korban PHP (pemberi harapan palsu).
"Kenapa sih pencitraan terus? Jujur sajalah, anggaran PPPK itu minim. Pusat mengotot Pemda ajukan formasi sebanyak-banyaknya, duitnya mana?" kata Indra Charismiadji.
BACA JUGA:Kabur, Oknum Pengacara di NTB Ditetapkan Jadi DPO Polisi, Ini Sebabnya
BACA JUGA:Takut Makan Malam Karena Diet, Ini Makanan yang Cocok Bikin Gak Gemuk
Indra melihat, dalam pengadaan 1 juta PPPK guru, pusat ingin tampil sebagai dewa penolong, tetapi Pemda yang dikasih beban.
Pusat lupa bahwa daerah sudah jera dengan seleksi PPPK 2019 dan 2021.
Pemda diberikan tanggung jawab besar dari sisi pembiayaan. Sementara, pusat punya kewenangan besar menetapkan kuota hingga penentuan kelulusan.
"Kok pusat maunya yang enak-enak saja, ya. Giliran masalah duit Pemda dibikin kelimpungan," ujarnya.
BACA JUGA:Sukarelawan Joko Adakan Pertemuan, Ini yang Dibahas
BACA JUGA:11 Orang Jadi Korban KKB di Papua, Begini Cara Evakuasi Korban
Dia juga melihat pusat seperti lempar handuk. Pemda dibenturkan dengan guru honorernya sendiri, dengan beralasan sudah menyediakan kuota besar dan regulasi berpihak kepada pegawai non-ASN.
Indra juga mempertanyakan alasan pusat membuka rekrutmen PPPK 2022, padahal dana minim. Apakah pusat hanya jadi pengumpul data guru honorer. Begitu datanya terkumpul kemudian digunakan untuk bisnis.
"Jangan karena menterinya mantan pimpinan perusahaan ojek online lantas data guru juga digunakan untuk bisnis. Bisa dibayangkan jutaan guru akan mendaftar seleksi PPPK 2022," pungkas Indra Charismiadji, dikutip dari JPNN.com, Minggu 17 Juli 2022. (slt)